Internasional

Ngeri! Begini Dampak Perubahan Iklim terhadap Ekonomi Global

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Rabu, 27/04/2022 17:00 WIB
Foto: Kekeringa disejumlah negara. (REUTERS/SERTAC KAYAR)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan iklim rupanya dapat menghilangkan 4% dari output ekonomi tahunan global pada tahun 2050, menurut perkiraan sebuah studi baru dari 135 negara.

S&P Global menerbitkan laporan kemungkinan dampak kenaikan permukaan laut, dan gelombang panas, kekeringan, dan badai yang lebih teratur pada Selasa (26/4/2022). Perusahaan pemeringkat ini memberikan skor kredit kepada negara-negara berdasarkan kesehatan ekonomi mereka.

"Untuk tingkat yang berbeda, ini adalah masalah bagi dunia," kata analis kredit pemerintah S&P, Roberto Sifon-Arevalo, dikutip dari Reuters. "Satu hal yang benar-benar menonjol adalah kebutuhan akan dukungan internasional untuk banyak dari bagian dunia (yang lebih miskin) ini".


Dalam skenario dasar, di mana sebagian besar pemerintah menghindari kebijakan perubahan iklim baru yang dikenal sebagai 'RCP 4.5' oleh para ilmuwan, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah cenderung mengalami kerugian produk domestik bruto (PDB) rata-rata 3,6 kali lebih besar daripada negara kaya.

Paparan Bangladesh, India, Pakistan, dan Sri Lanka terhadap kebakaran hutan, banjir, badai besar, dan juga kekurangan air membuat Asia Selatan berisiko 10% -18% dari PDB, kira-kira tiga kali lipat Amerika Utara dan 10 kali lebih banyak daripada wilayah Eropa yang paling sedikit terkena dampak.

Kawasan Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika Utara serta Afrika Sub-Sahara juga menghadapi kerugian yang cukup besar. Negara-negara Asia Timur dan Pasifik menghadapi tingkat paparan yang sama seperti Afrika Sub-Sahara, terutama karena badai dan banjir daripada gelombang panas dan kekeringan.

Sementara negara-negara di sekitar khatulistiwa atau pulau-pulau kecil cenderung lebih berisiko, dengan ekonomi yang lebih bergantung pada sektor-sektor seperti pertanian cenderung lebih terpengaruh daripada mereka yang memiliki sektor jasa besar.

Sifon-Arevalo dari S&P mengatakan bahwa beberapa negara telah mengalami penurunan peringkat kredit karena cuaca ekstrem, seperti beberapa Kepulauan Karibia setelah badai besar.

Namun dia mengatakan data baru itu tidak akan dimasukkan ke dalam model peringkat negara perusahaan, karena masih ada terlalu banyak ketidakpastian seperti cara beradaptasi negara dengan perubahan tersebut.

"Kami berusaha untuk memberi tahu apa yang relevan dan di mana," kata Sifon-Arevalo. "Tapi kami tidak menilai skenario terburuk, kami menilai skenario dasar."

Bagi sebagian besar negara, paparan, dan biaya dari perubahan iklim sudah meningkat. Selama 10 tahun terakhir, badai, kebakaran hutan, dan banjir saja telah menyebabkan kerugian sekitar 0,3% dari PDB per tahun secara global, menurut perusahaan asuransi Swiss Re.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga menghitung bahwa, rata-rata bencana terkait cuaca, iklim, atau air telah terjadi di suatu tempat di dunia setiap hari selama 50 tahun terakhir, menyebabkan 115 kematian setiap hari dan kerugian harian lebih dari US$202 juta.

Sebuah studi tahun lalu oleh sekelompok universitas Inggris yang melihat kenaikan suhu global yang lebih ekstrem, memperkirakan bahwa lebih dari 60 negara dapat dipotong peringkatnya karena pemanasan global pada tahun 2030.


(tfa/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Daya Beli Dijaga, Sektor Padat Karya Didorong Tumbuh