Rugi Rp11,7 T Gegara Larangan Ekspor Petani Ancam Seruduk DKI

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
26 April 2022 17:05
Ilustrasi kelapa sawit. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi kelapa sawit. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani sawit menjerit usai Presiden Joko Widodo melarang ekspor minyak goreng sawit dan bahan bakunya. Petani mengaku merugi triliunan rupiah dan mengancam akan turun ke jalanan Jakarta.

Pasalnya, kebijakan yang diumumkan pada Jumat, 22 April 2022 itu memicu penurunan harga tandan buah segar (TBS) sawit petani.

Tak hanya itu, tender CPO pun tidak mencapai kata sepakat. Di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), harga tertinggi penawaran adalah Rp15.000 per kg dan WD Rp17.070 per kg.

"Selisih Rp2.000, per turun Rp 1.000 CPO itu Rp300 bantingannya ke TBS, berarti Rp600. Harga terakhir TBS sebelum larangan ekspor Rp4.200 per kg, berarti harusnya jadi Rp3.600. Tapi faktanya harga TBS jadi Rp1.800 di pabrik kelapa sawit," kata Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Gulat ME Manurung kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/4/22).

Penurunan harganya mencapai dua kali lipat. Hal itu membuat petani menjerit mengingat saat ini sedang tinggal menghitung hari menuju Hari Raya Idulfitri, dimana kebutuhan masyarakat sedang tinggi-tingginya.

"Saya hitung kerugian kami petani sawit sejak tanggal 23 April sampai hari Senin sore (25/4) sudah mencapai RP11,7 triliun karena selisih harga TBS kami sebelum tanggal 22 April berbanding setelahnya sekitar Rp1.500-1850 per kg," kata Gulat.

Gulat tak dapat menutup kekecewaannya kepada pemerintah. Pemerintah, katanya, seharusnya langsung bertindak tegas kepada pabrik kelapa sawit yang membeli TBS di luar ketentuan.

"Kejadian seperti saat ini tidak perlu terjadi jika Kementerian terkait langsung mengantisipasi, sebab sawit itu tidak sama dengan kasus batubara atau nikel. Harga TBS itu harian, kami petani sawit terlanjur hancur lebur. Lihat saja semua PKS (pabrik kelapa sawit) sesuka hatinya menentukan harga beli TBS petani tanpa dasar," ujarnya.

"Jika tidak ada penjelasan dan tindakan tegas kepada PKS nakal, apa boleh buat, saya sudah kehabisan jawaban kepada petani sawit di 22 provinsi yang marah karena kondisi ini. Saya tidak bisa melarang Ketua-Ketua dan Petani di 146 DPD Kabupaten/Kota APKASINDO dari 22 Provinsi untuk tidak turun ke Jakarta, bukan ke PKS-PKS," lanjut Gulat.

Harga Bahan Pokok Melonjak, Jumlah Orang Miskin Meningkat?Foto: Harga Bahan Pokok Melonjak, Jumlah Orang Miskin Meningkat?
Harga Bahan Pokok Melonjak, Jumlah Orang Miskin Meningkat?

Memang, Plt Dirjen Perkebunan Ali Jamil pada 25 April 2022 telah menerbitkan Surat Edaran kepada 21 provinsi sentra sawit nasional. Agar segera turun tangan menindak perusahaan yang menetapkan harga beli TBS secara sepihak dan di luar ketentuan Permentan No 1/2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. 

Hanya saja, kata Gulat, tidak berpengaruh banyak karena terbilang terlambat. 

Dimana surat tersebut adalah hasil rapat kordinasi terbatas (Rakortas) yang dilaksanakan secara mendadak, pada hari Minggu (24/4/2022). Sayangnya, hasil rapat tersebut tidak langsung dikomunikasikan terbuka oleh pemerintah sehingga membuat harga TBS petani terlanjur ambruk.

"Sekalipun sudah terbit surat edaran Plt Dirjenbun yang menegaskan bahwa yang dilarang ekspor itu hanya RBD Palm Olein (bahan baku minyak goreng sawit) dan minyak goreng sawit (MGS), untuk CPO (crude palm oil) tidak ada larangan atau pembatasan ekspor," katanya.

Surat itu dinilai menjadi sia-sia dan tidak akan berpengaruh besar menetralkan kembali harga TBS petani.

Apalagi, lanjut Gulat, permasalahan tidak terletak pada larangan ekspor CPO. Sebab, dia menambahkan, jika mengacu data ekspor minyak sawit dan turunannya pada tahun 2021, porsi CPO hanya 7,14%.

"Kecil sekali ternyata ekspor CPO," kata Gulat.

Terkait hal ini, Sesditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Heru Tri Widarto mengatakan, penetapan harga beli TBS harus sesuai amanah Permentan 01/2018. Karena itu, lanjut dia, Plt Dirjen Perkebunan Kementan telah menyurati gubernur sentra produksi sawit nasional untuk menindaklanjuti kisruh anjloknya harga TBS di tingkat petani.

"Tim Gubernur perlu segera panggil mereka. Makanya kami surati. Di surat kami, kami meminta para Gubernur segera mengirimkan surat edaran kepada para Bupati/Walikota sentra sawit agar perusahaan sawit di wilayahnya untuk tidak menetapkan harga beli TBS pekebun secara sepihak (diluar harga beli yang telah ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS tingkat Provinsi). Dan, memberikan peringatan atau memberikan sanksi kepada perusahaan/PKS yang melanggar ketentuan Permentan 01 Tahun 2018," jelas Heru kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/4/2022).

"Tentu kami berharap segera ditindaklanjuti oleh kawan-kawan di provinsi dan kabupaten," ujar Heru.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simpang Siur Larangan Ekspor CPO Bikin Petani Rugi Rp11,7 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular