Setoran ke Negara Naik, Produsen Batu Bara Makin Tertekan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai pengenaan tarif royalti progresif akan semakin membuat industri batu bara tertantang. Terutama untuk melakukan sejumlah efisiensi operasional ke depan.
Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia menjelaskan kondisi tersebut terjadi lantaran sebagian besar dari produksi batu bara nasional dihasilkan dari tambang-tambang yang usianya sudah cukup tua. Kemudian cadangan yang semakin dalam, sehingga beban biaya operasi menjadi semakin tinggi.
"Kenaikan biaya operasi juga semakin dirasakan dengan naikknya biaya bahan bakar, alat berat, dan lain-lain," kata dia kepada CNBC Indonesia Senin (18/20/2022).
Di samping itu, dengan semakin tingginya tarif royalti ditambah dengan beban tarif perpajakan lainnya, termasuk ke depan tambahan dari pajak karbon, maka upaya perusahaan untuk berinvestasi di era transisi energi akan semakin sulit.
Sehingga hal ini juga dapat berpengaruh terhadap rencana investasi untuk peningkatan nilai tambah batu bara, dimana aspek keekonomian masih sulit karena teknologi terhitung mahal. Selain itu, akses terhadap pendanaan untuk investasi berbasis batu bara juga semakin berkurang.
"Kondisi ke depannya tentu akan semakin menyulitkan pelaku usaha terutama jika kondisi harga komoditas terkoreksi di tengah makin kuatnya tekanan terhadap komoditas batu bara," kata dia.
Adapun pungutan berupa Penerimaan Hasil Tambang untuk kegiatan peningkatan nilai tambah yang kemungkinan masih dikenakan royalti sekitar 14%, menurut Hendra akan mempersulit mewujudkan rencana proyek peningkatan nilai tambah. Pasalnya, keekomiannya menjadi lebih menantang.
Menurut Hendra pembahasan atas draft PP ini telah dilakukan sejak 2018 dengan melibatkan APBI, pihaknya pun aktif memberikan masukan konstruktif kepada Pemerintah. APBI berharap agar dapat diadakan sosialisasi bagi pelaku usaha untuk dapat lebih memahami implementasi dari PP tersebut.
Hendra menyebut sebagai asosiasi yang merupakan mitra, pihaknya menyadari keinginan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui PP tersebut. Adapun usulan yang telah disampaikan para pelaku pengusaha sebelumnya diyakini akan memberikan dampak peningkatan terhadap penerimaan negara.
"Namun tentu saja pemerintah mengharapkan porsi kenaikan yang lebih besar. Oleh karena itu kami beraharap pemerintah dapat memberikan insentif bagi pelaku usaha agar bisa survive berinvestasi di era transisi energi dan tantangan yang lebih besar kedepannya," kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara. Melalui aturan ini pemerintah ingin mengerek setoran atau tarif royalti di tengah kenaikan harga komoditas emas hitam.
Peraturan Pemerintah ini ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 11 April 2022 dan diundangkan pada 11 April 2022 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.
Adapun pada Pasal 23 PP ini disebutkan bahwa PP ini mulai berlaku setelah tujuh hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Artinya, per Senin 18 April 2022 Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2022 ini sudah diberlakukan efektif.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Lana Saria menjelaskan meski dalam PP ini diatur bahwa pengenaan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) batu bara ini dibedakan antara Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi 1 dan PKP2B Generasi 1 Plus, di mana untuk tarif PNBP Generasi 1 berada pada kisaran 14%-28% sesuai dengan masing-masing Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan untuk Generasi 1 Plus berada di kisaran 20%-27%, namun khusus untuk penjualan batu bara di dalam negeri ditetapkan sama, yakni sebesar 14%.
"Untuk penjualan batu bara di dalam negeri, PNBP dikunci di 14%," ungkapnya saat konferensi pers, Senin (18/04/2022).
Dia mengatakan, alasan dipatoknya tarif royalti batu bara untuk penjualan dalam negeri sebesar 14% karena mempertimbangkan harga jual batu bara di dalam negeri yang juga dipatok, yakni maksimal US$ 70 per ton untuk pembangkit listrik, dan US$ 90 per ton untuk industri.
[Gambas:Video CNBC]
Siap-Siap, Jokowi Minta Setoran Taipan Batu Bara Lebih Gede!
(pgr/pgr)