Ekonomi China Masih 'Jalan Santai', Indonesia Juga?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi China masih tumbuh pada kuartal pertama tahun ini, bahkan ketika ada kebijakan penguncian atau lockdown yang memaksa pabrik tutup dan membuat puluhan juta orang terkurung di rumah sepanjang Maret.
Produk Domestik Bruto (PDB) China meningkat sebesar 4,8% secara tahunan (yoy) pada kuartal pertama 2022, Biro Statistik Nasional China mengatakan pada Senin (18/4/2022). Angka tersebut lebih besar daripada ekspansi 4% yang tercatat dalam 3 bulan terakhir tahun 2021 dan konsensus 4,5% yang diprediksi oleh para ekonom, dilansir Trading Economics.
Para pejabat di Beijing menghadapi ujian besar tahun ini untuk menjaga ekonomi tetap kuat karena tantangan yang menekan pertumbuhan makin banyak. Pendekatan ekstrem China terhadap Covid-19 (zero covid policy) menekan pengeluaran konsumen dan membebani produksi industri pada ekonomi yang tengah bergulat dengan krisis properti dan tindakan keras regulasi terhadap industri termasuk di sektor teknologi dan pendidikan.
Selain itu, inflasi tinggi sebagai buntut kebijakan 'uang murah' (suku bunga rendah) dan stimulus secara besar-besaran makin diperparah oleh krisis di Eropa Timur yang juga dirasakan langsung oleh konsumen di AS dan Eropa. Pada akhirnya, hal itu menekan permintaan luar negeri AS dan Eropa, termasuk barang-barang manufaktur China.
Perlu diketahui, serangan Rusia ke Ukraina dan sanksi Barat kepada Negeri Beruang Merah telah membuat harga komoditas meroket, menaikkan biaya produksi dan mengganggu rantai pasokan global akan gandum, migas, logam, hingga minyak nabati.
Alhasil, kondisi lockdown dan inflasi tinggi di negara Barat membuat banyak ekonom skeptis bahwa China dapat memenuhi tujuan pemerintah untuk meningkatkan PDB sekitar 5,5% pada 2022, sekaligus memperburuk prospek ekonomi global.
(fsd/luc)