Ekonomi China Masih 'Jalan Santai', Indonesia Juga?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
18 April 2022 16:25
Bongkar Muat Batu Bara
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Kemerosotan ekonomi China bisa memberikan masalah bagi Indonesia, mengingat Negeri Panda merupakan partner dagang paling penting bagi Indonesia, baik itu dari ekspor maupun impor.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun lalu total ekspor Indonesia ke China mencapai US$ 53,78 miliar, mengalami kenaikan hingga 69% dari tahun 2020 kala ekonomi dunia berada di puncak krisis pandemi.

Nilai tersebut berkontribusi sebesar 26% dari total ekspor Indonesia. Kontribusi tersebut nyaris sebanding dengan total ekspor ke Amerika Serikat, Jepang dan India, yang mana nilai gabungan ketiganya berada di angka 28%.

Komoditas utama ekspor ke Cina, termasuk batu bara, besi dan baja, juga hingga minyak nabati.

Artinya, China merupakan pangsa ekspor terbesar Indonesia, ketika perekonomian melambat bahkan hanya stagnan saja ada risiko demand akan menurun, yang berdampak pada industri di dalam negeri.

Kemudian impor dari China lebih krusial lagi. Sejak tahun 1990, nilai impor dari China nyaris selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Penurunan tajam baru terjadi pada tahun 2020 lalu.

Berdasarkan data BPS, impor dari China berkontribusi nyaris sepertiga atau sebesar 32% dari total impor Indonesia sepanjang tahun 2021, dengan nilai mencapai US$ 56,23 miliar. Total impor tersebut lebih tinggi 41% dari tahun 2020 sebesar US$ 39,63 miliar.


Kontribusi impor dari China nyaris sebanding dengan total impor dari lima mitra dagang besar lainnya yakni Amerika Serikat, Jepang, India, Malaysia dan Singapura yang mana nilai gabungan kelimanya berada di angka 33%.

Apabila pertumbuhan ekonomi di China masih dalam mode 'jalan santai' dan bukan berlari kencang, atau bahkan ke depannya malah melambat, hal tersebut tentu sangat mempengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, karena China merupakan partner dagang nomor satu Indonesia. Penurunan permintaan dari China bahkan dapat menurunkan potensi pendapatan yang akan masuk ke kantong pemerintah buah dari reli harga komoditas. Kesemuanya pada akhirnya dapat memberikan sentimen negatif tidak hanya pada ekonomi Indonesia, tetapi juga ekonomi global secara keseluruhan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(fsd/luc)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular