Fenomena Arab Spring Makan Korban Lagi, RI Bisa Kena?

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
16 April 2022 15:40
Warga Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan anti pemerintah saat protes di luar kantor presiden di Kolombo, Sri Lanka, Senin (11/4/2022). Ribuan warga Sri Lanka memprotes menyerukan agar presiden negara itu mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. (AP Photo/Eranga Jayawardena)
Foto: Warga Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan anti pemerintah saat protes di luar kantor presiden di Kolombo, Sri Lanka, Senin (11/4/2022). Ribuan warga Sri Lanka memprotes menyerukan agar presiden negara itu mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka tengah mengalami kemelut terparah sejak merdeka di 1948. Hal ini membuat warga turun ke jalan dan meminta Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mundur lantaran dianggap tidak becus dalam menjalankan roda perekonomian Negeri Ceylon itu.

Ketergantungan impordisebutmenjadi salah satu penyebabnya.Diketahui Sri Lanka masih melakukan impor khususnya bahan-bahan pertanian seperti pupuk, yang membuat produksi pertanian negara itu pun kacau, dan bahan bakar.

Selain itu, pembayaran utang luar negeri juga membuat devisa negara itu boncos. Beberapa negara yang meminjamkan uangnya kepada Sri Lanka adalah China dan India.

Peneliti dari Institut Studi Asia Selatan di Universitas Nasional Singapura, Chulanee Attanayake mengatakan apa yang terjadi di Sri Lanka mirip dengan fenomena Arab Spring di Tunisia.

"Di Sri Lanka sedang terjadi protes anti-pemerintah soal keterpurukan ekonomi, inflasi yang tinggi, dan masalah kekurangan kebutuhan pokok. Slogan-slogan yang mirip yang digunakan saat Arab Spring melanda," kata dia dikutip dari CNBC Internasional Sabtu (16/4/2022).

Fenomena Arab Spring dimulai pada peristiwa demonstrasi di Tunisia tahun 2011 menyebar ke beberapa negara Arab lainnya.

Demonstrasi yang terjadi di berbagai kota di Tunisia itu membuat Presiden Zine El Abidine Ben Ali, yang telah berkuasa 23 tahun, harus mundur 14 Januari 2011. Apa yang terjadi Tunisia itu merembet ke Mesir juga dengan demonstrasi-demonstrasi yang memaksa Presiden Hosni Mubarak mundur pada 11 Februari 2011, setelah berkuasa sekitar 30 tahun. Di Libya Kolonel Moammar Gaddafi yang berkuasa lebih dari 40 tahun juga digulingkan.

Tak hanya Mesir dan Libya saja, beberapa kepala negara dan pemerintahan di negara-negara Arab kala itu kehilangan nafsu berkuasa. Arab Spring disebut pula sebagai Pemberontakan atau pergolakan Musim Semi Arab.

Negara-negara Arab itu adalah negara-negara penghasil minyak yang cukup berpengaruh di dunia. Setidaknya Arab Spring disebut mempengaruhi harga minyak dunia karena Libyayang merupakan salah satuprodusen minyak terbesar dunia dan pengekspor utama minyak ke Eropa sebagian dihentikan karena kerusuhan.

Dengan kondisi ekonomi dunia yang sedang dilanda krisis, beberapa negara pun harus berada dalam bayang-bayang terkena fenomena Arab Spring Kembali, termasuk Indonesia.

Saat ini kenaikan harga minyak dunia ikut mempengaruhi kenaikan harga barang-barang kebutuhan lain di di Indonesia. Belum lagi, perang antara Rusia dan Ukraina menjadikan krisis ini semakin meluas.

Perang Rusia-Ukraina yang membuat minyak dari Rusia tak bisa dijual juga telah mendongkrak harga minyak hingga menembus US$ 100 per barel. Kenaikan harga-harga kebutuhan di Indonesia saat ini sedang terjadi, apalagi menjelang lebaran tahun ini.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Pemicu Arab Spring, BBM Naik Hingga Protes ke Pemerintah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular