Harga Pertalite Akan Naik Katanya Demi Negara, Rakyat Piye?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Kamis, 14/04/2022 19:31 WIB
Foto: Suasana pengisian BBM di SPBU Bojongsari, Jawa Barat, Jumat (14/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kembali menggaungkan rencana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin Pertalite (RON 90) pada tahun ini, setelah sebelumnya menyetujui kenaikan harga Pertamax (RON 92) per 1 April 2022 lalu.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, rencana kenaikan harga bensin Pertalite dan Solar ini merupakan skenario jangka menengah pemerintah sebagai respons atas lonjakan harga minyak dunia.

"Strategi menghadapi dampak kenaikan harga minyak dunia, untuk jangka menengah.. akan dilakukan penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti seperti Bahan Bakar Gas (BBG), bioethanol, bio CNG, dan lainnya," ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (13/04/2022).


Lonjakan harga minyak terutama terjadi setelah Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu. Harga minyak dunia terus melonjak di atas US$ 100 per barel, bahkan harga minyak jenis Brent sempat nyaris menyentuh US$ 128 per barel pada 8 Maret 2022 lalu.

Lonjakan harga minyak mentah dunia ini turut berdampak pada peningkatan harga minyak mentah Indonesia (ICP).

Arifin menyebut, menyebut, ICP pada Maret mencapai US$ 98,4 per barel. ICP ini jauh di atas asumsi APBN yang hanya mengasumsikan sebesar US$ 63 per barel.

Merespons kondisi ini, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa kemampuan keuangan negara juga harus menjadi pertimbangan. Bila harga Pertalite ini tidak dinaikkan di tengah lonjakan harga minyak, maka menurutnya ini juga akan berdampak pada keuangan negara, khususnya dalam belanja subsidi.

"Di sisi lain Pertalite tidak dinaikkan, tetapi dengan konsekuensi kalau kita pertahankan, kita harus melihat kemampuan keuangan negara karena betapa pun di situ harus ditomboki selisih harga produksi dan harga jualnya," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/04/2022).

"Pertalite yang sekarang masih dijual Rp 7.650, di situ masih senggang dari harga sebenarnya yang kurang lebih sampai Rp 13 ribuan sebenarnya, jadi ada subsidi yang luar biasa tinggi," lanjutnya.

Kendati demikian, dia juga menilai bahwa daya beli masyarakat harus tetap diselamatkan. Dengan demikian, kalau pun harga Pertalite harus dinaikkan, harus dihitung betul.

"Maka dari itu, betul dari fluktuasi harga energi yang tinggi ini, maka aspek utama yang mesti diselamatkan adalah daya beli masyarakat tetap. Nanti hitung-hitungannya itulah yang jadi titik tumpu utama," katanya.

Menurutnya, dengan kondisi harga energi tinggi saat ini, maka lonjakan inflasi tak akan terhindarkan. Hal ini terjadi di hampir seluruh negara. Amerika Serikat misalnya, inflasi tahunan sudah menyentuh 8,5% pada Maret 2022, naik dari sebulan sebelumnya 7,9%. Bahkan, ini merupakan rekor tertinggi sejak Desember 1981.

"Di tengah naiknya komoditas ini juga terus kita pantau bahwa ada windfall profit di komoditas lain, sehingga kita lihat cadangan devisa kita sungguh luar biasa menyentuh US$ 141 miliar, termasuk angka tertinggi selama ini dan ini bisa menjadi buffer dalam meng-cover subsidi," tuturnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan