Batu Bara & CPO Harusnya Bisa Jadi Penolong Harga Energi!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Kamis, 14/04/2022 16:35 WIB
Foto: Infografis/RI Habiskan Ratusan Triliun Demi Subsidi Energi Setiap Tahun/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa kalangan menilai rencana pemerintah mengerek harga-harga energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi, serta Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg subsidi dan juga listrik kurang tepat.

Meskipun harga-harga energi itu tersulut naik karena harga minyak mentah dunia, namun ada cara lain selain menaikkan harga BBM, LPG dan juga listrik itu. Yakni dengan melalui subsidi silang dari hasil keuntungan ekspor. Seperti yang diketahui, tak hanya harga minyak dunia yang tinggi, batu bara dan Crude Palm Oil (CPO) yang sejatinya dilakukan melalui ekspor.

Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa pemerintah seharusnya bisa menahan selisih harga keekonomian LPG 3 Kg melalui mekanisme subsidi silang. Terutama dari hasil windfall penerimaan negara dari ekspor mineral dan batu bara serta perkebunan.


"Berdasarkan simulasi kenaikan harga minyak mentah, diproyeksi pemerintah sedang alami lonjakan pendapatan pajak dan PNBP sekitar Rp 100 triliun," ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/4/2022).

Menurut Bhima jika kenaikan harga terus persisten terjadi dan beruntun pada akhirnya masyarakat akan mengurangi konsumsi barang lain seperti menunda pembelian peralatan rumah tangga, barang elektronik, otomotif, pakaian jadi dan kebutuhan lain.

Efek terburuk adalah penutupan pelaku usaha UMKM di sektor makanan-minuman karena tidak kuat menanggung naiknya biaya produksi. "Kalau UMKM gulung tikar, kita bisa perkirakan sendiri berapa banyak yang jadi pengangguran baru apalagi 97% serapan tenaga kerja ada di UMKM," ujarnya.

Selain itu, efek lain dari naiknya LPG 3 Kg, kalau tidak hati-hati dapat menyebabkan panic buying karena masyarakat antisipasi dengan membeli dalam jumlah besar sebelum kebijakan kenaikan LPG dilakukan. Di sisi lain mekanisme penjualan LPG 3 Kg cenderung terbuka.

"Risiko kelangkaan LPG 3 Kg sebagai konsekuensinya," ujarnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai elastisitas kenaikan dari penerimaan negara pada APBN cenderung lebih besar. Terutama jika dibandingkan dari sisi belanjanya.

Apalagi jika berbicara mengenai windfall profit dari ekspor batubara maupun perkebunan, harga saat ini memang sudah jauh dari asumsi makro maupun harga komoditas yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

"Sehingga hemat saya, kenaikan dari penerimaan negara masih mampu mengkompensasi kenaikan harga dan distribusikan ulang melalui kebijakan subsidi dan penanggungan beban harga yang lebih proporsional," kata dia.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pemerintah Batal Beri Diskon Tarif Listrik 50%, Ini Alasannya!