Sri Lanka Kejebak Utang China, Indonesia Aman?
Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Lanka sedang dilanda prahara. Krisis ekonomi berubah menjadi krisis sosial-politik.
Kenaikan harga komoditas di pasar global menyebabkan harga barang dan jasa naik. Tidak terkecuali di Sri Lanka.Negara di Asia Selatan ini menggantungkan kebutuhan dalam negeri dari impor. Migas, barang tambang, pangan, kebanyakan didatangkan dari luar negeri karena Sri Lanka hanya punya pariwisata sebagai sektor andalan.
Jadi saat harga komoditas 'terbang', biaya impor Sri Lanka pun melonjak. Sri Lanka menghabiskan lebih banyak uang untuk impor. Sampai-sampai tidak bisa membayar kewajiban utang luar negeri.
"Kami harus fokus untuk mengimpor kebutuhan pokok. Bukan membayar utang luar negeri. Kita sudah sampai di titik membayar utang menjadi sangat menantang dan tidak mungkin," tegas P Nandalal Weesinghe, Gubernur CBSL, seperti dikutip dari Reuters.
Per Maret 2022, cadangan devisa Sri Lanka tercatat US$ 1,72 miliar, terendah sejak November tahun lalu. Cadangan devisa negara itu terus turun selama tiga bulan beruntun.
Utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar. Jumlah ini sudah 60,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Halaman Selanjutnya --> Sri Lanka dan Jebakan Utang China
(aji/sef)