
Gegara Perang, Sri Mulyani Putar Otak Atur Strategi Belanja

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 yang belum usai ditambah adanya tensi geopolitik Rusia dan Ukraina, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani perlu memutar otak untuk memaksimalkan belanja negara tahun ini yang mencapai Rp 2.714 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan tahun ini merupakan tahun ketiga infeksi virus corona menjangkiti Indonesia, sekaligus menjadi kesempatan terakhir pemerintah untuk membuat fleksibilitas APBN diperkenankan berada di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Adapun pada 2023, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, defisit APBN harus kembali ke level di bawah 3% dari PDB.
"Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp 1.846 triliun, belanja negara Rp 2.814 triliun, dengan defisit diperkirakan Rp 868 triliun atau 4,85% dari PDB," jelas Sri Mulyani dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pelaksanaan Anggaran Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).
Sri Mulyani menjelaskan penyusunan APBN 2022 telah mengantisipasi risiko besar, seperti mutasi varian baru Covid-19, yang kemudian terjadi saat varian Omicron menyebar. Namun, belum reda mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 di dalam negeri, ternyata muncul risiko lainnya yakni perang Rusia dan Ukraina.
Tensi geopolitik Rusia dan Ukraina itu, kata Sri Mulyani, diperkirakan dapat mengubah pelaksanaan APBN 2022. Di satu sisi, Indonesia menuai berkah atas tingginya harga komoditas yang merupakan imbas dari konflik Rusia dan Ukraina, namun di sisi lain kenaikan harga energi membebani subsidi.
"Pelaksanaan APBN 2022 mengalami perubahan dari penerimaan, akan dapat pendapatan dari pemulihan dan harga komoditas, namun dari sisi belanja negara, terutama belanja melindungi masyarakat dari pandemi dan kenaikan harga komoditas yang sangat-sangat drastis," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan fungsi APBN menjadi penyeimbang sekaligus penopang perekonomian atau biasa disebut dengan shock absorber. APBN menjadi alat untuk menerima guncangan perekonomian sehingga masyarakat tidak ikut merasakan dampak rambatan dari pandemi dan tensi geopolitik Rusia dan Ukraina.
"APBN menjadi penting dan pertaruhan suatu negara mampu menghadapi shock atau guncangan yang bertubi-tubi datang tanpa permisi, dia begitu saja datang, outbreak enggak pake assalamualaikum dan dampaknya sangat besar," tuturnya.
"Perang geopolitik juga menyebabkan kerusakan supply chain terhadap komoditas penting manusia, yakni pangan. Pelajaran kita dalam mengelola APBN, perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban akan terus fleksibel namun fokus," imbuhnya.
Secara rinci, postur APBN 2022 yang sudah direncanakan pemerintah yakni pendapatn negara ditargetkan bisa mencapai Rp 1.846,1 triliun, perpajakan Rp 1.510 triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak sebesar Rp335,6 triliun. Hibah ditargetkan bisa mencapai Rp 0,6 triliun.
Kemudian, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 2.714,2 triliun, Belanja Pemerintah Pusat Rp 1.944,5 triliun, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 769,6 triliun, dan defisit APBN diperkirakan sebesar Rp 868 triliun atau 4,85% terhadap PDB.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Para Sultan Minggir, Sri Mulyani Lebih Tajir