
Tak Cuma Bye Pandemi, Sri Mulyani Ada Misi Khusus untuk RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kini tidak hanya fokus dalam pemulihan ekonomi dari pandemi covid-19, namun ada misi khusus untuk Indonesia.
"Indonesia berfokus bukan hanya menangani pandemi, tapi juga melakukan reformasi. Bukan hanya ingin keluar dari pandemi, namun kita ingin agar Indonesia memiliki pondasi dan ekonomi masyarakat yang kuat," kata Sri Mulyani dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pelaksanaan Anggaran Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).
Hampir tiga tahun pandemi Covid-19 menginfeksi Indonesia, pandemi telah mengguncang sisi permintaan dan penawaran secara bersamaan, membuat Sri Mulyani harus memaksimalkan APBN untuk melindungi masyarakat.
Di sisi penawaran, pandemi Covid-19 membuat aktivitas bisnis tutup akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan. Penutupan berimbas ke penurunan produksi bahkan kelangkaan beberapa jenis barang. Di sisi permintaan, Covid-19 menyebabkan penghasilan dan daya beli masyarakat turun.
Tahun 2022, menurut Sri Mulyani telah dinyatakan sebagai tahun terakhir defisit APBN diperkenankan berada di atas 3 persen PDB.
Adapun pada 2023, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19, defisit APBN harus kembali ke level di bawah 3% dari PDB.
"APBN di 2022 merupakan tahun ketiga pandemi. Ini tahun yang menentukan, upaya menangani pandemi dan memulihkan masyarakat terus dilakukan," jelas Sri Mulyani.
Adapun realisasi defisit APBN tahun 2021 sebesar Rp 783,7 triliun atau setara dengan 4,65% dari produk domestik bruto (PDB). Capaian ini lebih rendah dari proyeksi defisit APBN 2021 yang sebesar 5,7 persen PDB. Sementara di tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN berada pada level 4,85% dari PDB atau sebesar Rp 868 triliun.
Walaupun realisasi defisit APBN tahun lalu lebih baik daripada target tahun ini, antrean tantangan yang berpotensi mengancam stabilitas fiskal negara pada 2022 sudah berbaris panjang. Karena pemulihan dari pandemi belum usai, perekonomian kembali terpukul karena adanya tensi geopolitik Rusia dan Ukraina.
Perang Rusia dan Ukraina, telah menyebabkan kenaikan harga komoditas yang juga membuat Sri Mulyani harus memutar otak menjalankan APBN 2022.
"Dari sisi penerimaan berdampak positif, berasal dari pendapatan dari pemulihan dan harga komoditas. Namun dari sisi belanja negara, harus melindungi masyarakat dari pandemi dan kenaikan harga komoditas yang sangat-sangat drastis," tuturnya.
APBN menjadi penting dalam melindungi masyarakat dari tekanan pandemi Covid-19 dan tensi geopolitik, dan faktor eksternal lainnya.
"Makanya adaptasi, fleksibilitas dan kadang-kadang dilakukan refocusing menjadi penting. Ini bukan tugas yang mudah selama tiga tahun ini. APBN diubah dipaksa secara dinamis," tuturnya.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Seluruh Target Ekonomi RI di 2024 Meleset