Internasional

Gawat! IMF Sebut Negara Miskin Berisiko Gagal Bayar Utang

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Selasa, 12/04/2022 20:58 WIB
Foto: Kantor pusat Dana Moneter Internasional (IMF) (REUTERS/Yuri Gripas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga pangan dan energi global yang lebih tinggi akibat perang Rusia di Ukraina menjadi pukulan bagi negara-negara berkembang.

Untuk mengatasi tekanan utang negara, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Senin (11/4/2022) menyatakan diperlukan adanya mekanisme yang lebih baik untuk mencegah gagal bayar utang atau default.

"Perang di Ukraina menambah risiko pada tingkat pinjaman publik yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara pandemi masih membebani banyak anggaran pemerintah," kata direktur departemen urusan fiskal IMF Vitor Gaspar dan kepala strategi IMF Ceyla Pazarbasioglu, dalam postingan blog baru, sebagaimana dikutip Al Jazeera.


"Dengan meningkatnya risiko utang negara dan kendala keuangan kembali menjadi pusat perhatian kebijakan, pendekatan kooperatif global diperlukan untuk mencapai penyelesaian masalah utang yang tertib dan mencegah default yang tidak perlu," tambah mereka.

Lonjakan harga pangan dan energi sangat memukul negara-negara berpenghasilan rendah. Mereka kemungkinan membutuhkan lebih banyak hibah dan pembiayaan yang fleksibel. Menurut IMF, negara-negara harus melakukan reformasi untuk meningkatkan transparansi utang dan memperkuat kebijakan pengelolaan utang untuk mengurangi risiko.

Menurut data IMF, sekitar 60% negara berpenghasilan rendah sudah berada dalam, atau berisiko, kesulitan utang. Naiknya suku bunga di negara-negara ekonomi terkemuka dapat melebar ke negara-negara dengan fundamental yang lebih lemah, sehingga biaya pinjaman menjadi lebih mahal.

Tidak hanya itu, menurut mereka, krisis kredit diperburuk oleh penurunan pinjaman luar negeri dari China, yang bergulat dengan masalah solvabilitas di sektor real estat, penguncian Covid-19, dan masalah dengan pinjaman yang ada ke negara-negara berkembang.

Tindakan yang diambil oleh negara ekonomi utama pun tidak cukup. IMF mencatat bahwa pembekuan pembayaran utang bilateral resmi yang diadopsi pada awal pandemi telah berakhir, dan tidak ada restrukturisasi yang disepakati di bawah kerangka kerja oleh Kelompok 20 negara industri.

Pilihan pun diperlukan untuk lebih banyak negara, yang sekarang belum memenuhi syarat untuk keringanan utang.

"Pada akhirnya, dampaknya akan paling tajam dirasakan oleh rumah tangga yang paling tidak mampu."


(tfa/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bayar Utang Lancar, Kenapa Ekonomi RI Dibilang Rawan?