Terungkap! Ini Alasan Subsidi BBM Tertutup Sulit Jalan
Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya Pemerintah dalam mengimplementasikan subsidi energi khususnya untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) secara langsung perorangan atau tertutup hingga kini rupanya masih terkendala beberapa hal. Padahal cara ini diyakini ampuh dalam menyelesaikan persoalan seputar subsidi yang selama ini tidak tepat sasaran.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengatakan bahwa pihaknya selama ini sudah mengusulkan supaya distribusi BBM di Indonesia dapat dilakukan secara tertutup. Pasalnya, jika masih tetap menggunakan pola distribusi terbuka, maka konsumsi subsidi BBM rentan penyalahgunaan dan tidak tepat pada sasaran bagi penerima yang berhak
Namun demikian, penerapan subsidi tertutup selama ini rupanya masih menemui beberapa kendala. Adapun berdasarkan uji coba yang sudah dilakukan pemerintah, kendala terdapat pada sistem digitalisasi serta serta identifikasi di kelompok masyarakat.
"Dari masyarakat jenis model apa, kelompok masyarakat mana ini kan selalu jadi isu sampai hari ini. Ini harus dimulai, kenapa pemerintah sudah memulai subsidi gak komoditas. Tantangannya mengklasifikasikan masyarakat," kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (11/4/2022).
Satya berharap agar proses klasifikasi kelompok masyarakat yang berhak menerima subsidi dapat segera rampung. Sehingga dapat menjadi pengurang beban pemerintah dalam memberikan kompensasi BBM.
Apalagi, setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel, maka beban kompensasi BBM yang ditanggung dapat mencapai Rp 5,7 triliun. "Kalau sekarang kan gak bisa kita jaga untuk beli Pertalite dan juga Solar. Banyak juga penyalahgunaan karena disparitasnya cukup lumayan, ini menjadi peluang bagi orang tak bertanggung jawab memanfaatkan harga," kata dia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai bahwa data untuk mengklasifikasikan masyarakat yang berhak menerima subsidi atau tidak masih terus dilakukan pemerintah. Namun demikian, dia menyarankan supaya pemerintah melakukan uji coba dengan basis data yang ada saat ini terlebih dulu.
"Ini harus dimulai kemudian disempurnakan. Kalau ini dilakukan sebetulnya di market nanti hanya ada satu harga. Seperti kita pergi ke supermarket, masyarakat yang mendapat subsidi cukup mendapatkan kartu member jadi kalau mengakses ada potongan harga tapi yang tertera di SPBU harganya sama," kata Komaidi kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (11/4/2022).
Komaidi optimistis dengan cara seperti itu dapat menyelesaikan persoalan yang selama ini sudah mengakar terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi. Apalagi untuk harga BBM bersubsidi dengan non subsidi saat ini memiliki perbedaan yang cukup jauh.
"Jadi selisihnya itu kan sudah cukup besar nah ini menjadi insentif bagi pihak pihak yang tidak bertanggung jawab," kata dia.
Seperti diketahui, kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar subsidi dan bensin Pertalite (RON 90) pada tahun ini diperkirakan akan jebol.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi BBM jenis Solar subsidi dan Pertalite hingga Februari 2022 telah melampaui kuota yang ditetapkan.
Untuk Pertalite, pemerintah telah menetapkan kuotanya pada tahun ini sebesar 23,05 juta kilo liter (kl). Namun, realisasi penyaluran Pertalite sampai Februari 2022 telah mencapai 4,258 juta kl atau melampaui 18,5% terhadap kuota (year to date/ ytd).
"Estimasi overkuota Pertalite 15% atau 26,5 juta kl dari kuota yang ditetapkan 23,05 juta kl," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (29/3/2022).
Sementara untuk konsumsi Solar subsidi, pemerintah juga mencatat bahwa realisasi penyerapannya hingga Februari 2022 juga telah melebihi 10% dari kuota yang telah ditetapkan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi penyaluran Solar subsidi hingga Februari 2022 mencapai 2,49 juta kilo liter (kl), 10% lebih tinggi dari kuota yang ditetapkan hingga Februari 2022.
Hingga akhir tahun pemerintah juga memperkirakan penyerapan Solar subsidi melampaui 14% dari kuota yang telah ditetapkan sebesar 15,1 juta kl atau mencapai 16,002 juta kl hingga akhir tahun ini.
(pgr/pgr)