Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Kisah Bisnis Travel Hadapi PPN!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
11 April 2022 13:15
Infografis/Kabar Baik dari Raja Salman, Arab Mulai Terima Request Umrah/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/Kabar Baik dari Raja Salman, Arab Mulai Terima Request Umrah

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha travel haji dan umrah mengaku kecewa atas keputusan pemerintah yang melakukan penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap jasa penyelenggaraan ibadah keagamaan.

Ketua Dewan Pembina Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (SATHU) Fuad Hasan Masyhur menjelaskan pandemi Covid-19 telah memberikan pukulan telak terhadap industri travel perjalanan haji dan umrah.

Dari catatan SATHU, di Indonesia saat ini terdapat 1.000 penyelenggara umrah dan terdapat 500 penyelenggara haji. Kemudian di saat kuota jemaah haji syaratnya dibatasi oleh Kerajaan Arab Saudi, ada beberapa jemaah yang akhirnya membatalkan perjalanan, yang mengharuskan travel mengembalikan uang para jamaah.

Operasional travel haji dan umrah kemudian harus mengatur berbagai strategi agar operasional bisa tertutupi. Jika dihitung secara keseluruhan kerugian yang dialami oleh Maktour Travel yang dipimpin Fuad diperkirakan mencapai triliunan.

"Kerugian mencapai triliunan. Apalagi tahun ini tidak mungkin 100% bisa memberangkatkan mereka yang masuk syarat haji dan umrah. Kami tidak yakin kuota bisa normal seperti tahun 2019," jelas Fuad.

Seperti diketahui, Kerajaan Arab Saudi baru saja mengizinkan hingga 1 juta jemaah di luar kerjaan untuk melaksanakan haji tahun ini. Salah satu syarat yang diperbolehkan untuk melaksanakan haji di Mekkah yakni jemaah berusia 18 tahun sampai 65 tahun.

Sementara di Indonesia, menurut catatan SATHU ada 60.000 jemaah yang kala di masa pandemi harus menunda ibadahnya.

"Ada sekira 60.000 jemaah yang harus berangkat karena tertunda. Aturannya, jemaah yang 60.000 diselesaikan terlebih dahulu pemberangkatannya, baru boleh menerima jemaah baru," tutur Fuad.

Oleh karena itu, di tengah industri belum bangkit, Fuad mengaku tidak adil jika pemerintah kemudian menyesuaikan tarif PPN untuk jasa penyelenggaraan ibadah keagamaan

Lagi pula, sepengetahuan Fuad, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, kelompok jasa di bidang keagamaan merupakan salah satu jenis jasa yang tidak dikenakan pajak.

"Sangat tidak fair, dari dulu dibilang tidak ada, tapi sekarang sampai kita dipaksakan untuk bayar PPN walaupun undang-undang penyelenggara ibadah tidak dikenakan," tuturnya.



Travel Ibadah Keagamaan Harus Merumahkan Karyawan

Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) sekaligus pendiri Travel Patuna Mekar Jaya, Syam Resfiadi menceritakan, dirinya cukup bersyukur hingga saat ini Patuna Travel masih bisa bertahan.

Sama seperti yang dialami Fuad dalam mengelola Maktour Travel, di Patuna Travel banyak juga jamaah yang memutuskan untuk membatalkan ibadahnya.

"Dari yang tertundah hampir 50% dari 700 jamaah (yang membatalkan) yang terdaftar di umrah. Cukup banyak kerugian yang ditanggung Patuna," cerita Syam kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/4/2022).

Syam memutar cara untuk mempertahankan bisnisnya, mulai dari mengurangi jam operasional kantornya, hingga merumahkan sebagian karyawannya.

Untuk menutupi biaya operasional, Patuna menggunakan tabungan yang dimilikinya, yang sebagian diambil dari dana deposit calon jamaah haji yang tidak membatalkan perjalanan.

"Biaya sehari-hari sebisa mungkin kita kurangi, seperti listrik, abonemen telepon, WiFi, air. Tenaga kerja kita pekerjakan seminggu sekali," tuturnya.

"Ada uang deposit yang kita gunakan sebagai cash in untuk menghidupi operasional kita dari bulan ke bulan, sampai saat ini," kata Syam lagi.

Dari perhitungannya, akibat pandemi Covid-19, Patuna Travel mengalami kerugian hingga Rp 2,5 miliar. Hal ini juga yang akhirnya membuat Syam harus merumahkan sebagian tenaga kerjanya. "Dari 75 karyawan, sekarang jadi 13 karyawan. Sekarang kita kerjakan semua," tuturnya.

Adapun di bulan Ramadhan ini, jam operasional Patuna Travel sudah kembali normal dan timnya sudah bekerja secara full selama seminggu, sambil memaksimalkan biaya yang tersedia.

Terkait dengan adanya penyesuaian tarif PPN untuk kegiatan ibadah keagamaan, Syam mengaku belum mengetahuinya. Oleh karena itu perhitungan ini belum ia terapkan untuk konsumennya.

"Saya belum tahu tentang tarif PPN untuk ibadah haji dan umrah 0,5% dan plus paket 1,1%. Ya Allahu A'lam, kalau ini kena mau tidak mau semua penjualan akan dikenakan, kita bisa bilang apa," jelas Syam.

Ada penyesuaian tarif PPN ini, tentu kata Syam akan dibebankan kepada konsumen. Hal ini juga yang membuat pihaknya khawatir, apakah konsumen akan keberatan atau tidak, karena biayanya akan melambung.

"Pada dasarnya yang dibebankan kepada paket itu akan dikenakan kepada konsumen, tapi sebagai penjual, paket ini jatuhnya mahal. Dan seberapa pun persentasenya membebani dan memberatkan harga jual," jelas Syam.



Penjelasan Pemerintah

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung menjelaskan mengenai penyesuaian tarif PPN terhadap jasa penyelenggaraan ibadah keagamaan.

Kata Bonar, penyesuaian PPN di dalam PMK Nomor 71 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, yang dikenakan bukan ibadahnya, namun yang dikenakan adalah akomodasinya.

"Jasa keagamaan ini yang dikenakan bukan ibadahnya. Atas ibadahnya tetap kita kecualikan, yang kita kenakan adalah akomodasinya," jelas Bonarsius dalam media briefing, dikutip Senin (11/4/2022).

Akomodasi perjalanan keagamaan dikenakan PPN, lanjut Bonar bertujuan untuk mengedepankan asas fairness atau keadilan, seperti jasa biro perjalanan wisata yang lain.

Di dalam Pasal 3 huruf (d) PMK 71/2022, disebutkan bahwa besaran pajak ditetapkan sebesar 10% dari tarif PPN umum, dikali harga jual paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, apabila tagihannya diperinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.

Sementara itu, besaran pajak ditetapkan sebesar 5% dari tarif PPN umum, dikali dengan harga jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan, apabila tagihan tidak dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.

"Travel itu biasanya menawarkan jasa umrah itu supaya menarik nyampur ke perjalan negara lain seperti Turki. Yang ke Mekah (umrah) tetap 0,5% dan yang ke Turki 1%, sama seperti yang lain," tuturnya.

"Konteks umrah hanya akomodasi. Kalau ke Mekah dan Madina hanya 0,5% dan kalau nyampur ke tempat lain dan gak bisa dipilah dikenakan 0,1%," kata Bonarsius lagi.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis menjelaskan, jasa keagamaan memang dikecualikan di Pasal 4A Undang-Undang PPN. Namun dikecualikan bagi perjalanan umroh yang juga sekaligus menyediakan paket ke tempat wisata lain.

"Ada jasa perjalanan umroh yang misalnya menyediakan paket ke Turki, ini yang menjadi objek sebagian yang bukan bukan umrohnya (bukan ibadahnya). Jadi, yang berubah hanya tarifnya 10% ke 11%. Tidak ada perubahan lainnya," tutur Yustinus kepada CNBC Indonesia, Senin (11/4/2022).

Yustinus mengungkapkan sosialisasi sudah dilakukan sejak Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan, namun memang belum detail.

"Sosialisasi sebenarnya sejak UU HPP disahkan, tapi kan belum spesifik. PBNU, Muhammadiyah dan beberapa diundang FGD (Forum Group Discussion). Asosiasi Kadin dan Apindo dilibatkan terus," kata Yustinus lagi.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Paket 'Jalan-jalan' Saat Haji & Umrah Kena PPN, Ini Tarifnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular