
Cari Kerja Susah, Sembako Mahal, KPR Mau Naik, Nasib...

Well, situasi ekonomi 2022 memang tidak mudah. Pada awal tahun, pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sempat menggila dengan kehadiran varian omicron. Bahkan kasus positif harian Covid-19 menyentuh rekor tertinggi pada Februari, lebih dari 64.000 orang dalam sehari.
Lonjakan kasus positif tersebut memaksa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperketat pembatasan sosial. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah negara naik level, yang artinya aktivitas dan mobilitas warga tidak lagi bebas.
Masih pada Februari, meletus perang Rusia-Ukraina. Perang terbesar di Eropa setelah Perang Dunia II ini menimbulkan komplikasi karena mengerek harga komoditas. Energi, pertambangan, sampai pangan semua naik. Bahkan tidak sedikit yang mengukir rekor tertinggi baru.
Saat harga komoditas internasional naik, harga jual sembako di dalam negeri pun ikut terungkit. Kenaikan harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), misalnya, kemudian mendongrak harga minyak goreng.
Belum lagi ada yang namanya aura pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) kemungkinan bakal sangat agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, untuk meredam inflasi yang mencapai rekor tertinggi sejak 40 tahun lalu.
Saat AS (dan negara-negara lainnya) menaikkan suku bunga acuan, BI tentu tidak bisa melawan arus. Sejumlah insititusi memperkirakan MH Thamrin akan menaikkan suku bunga acuan pada semester II-2022.
Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak ke biaya dana perbankan. Ketika biaya dana naik, maka marjin harus dikerek agar bank bisa tetap cuan.
Jadi nantinya jangan heran kalau suku bunga kredit bakal naik. Kabar buruk bagi para budak Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Berbagai tantangan itu tentu tidak mudah. Jadi jangan heran kalau keyakinan warga +62 terhadap prospek ekonomi mulai pudar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)[Gambas:Video CNBC]