Internasional

Putin Belum Berhenti, Inggris Serukan Sanksi Baru bagi Rusia

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Senin, 04/04/2022 21:40 WIB
Foto: Orang-orang memprotes operasi militer besar-besaran Rusia di Ukraina, di London, Inggris, Jumat (25/2/2022).(REUTERS/Henry Nicholls)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Inggris menyerukan dunia untuk menambah sanksi ekonominya terhadap Rusia atas serangan militer Moskow ke Ukraina. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris, Liz Truss, Senin (4/4/2022), di sela-sela kunjungannya ke tetangga Ukraina, Polandia.

Truss berjanji seruan penambahan sanksi ini akan dibawanya dalam forum G7 dan NATO di Brussel, akhir pekan ini. Tak hanya itu, ia juga menjanjikan dana sebesar 10 juta poundsterling atau sekitar Rp 200 miliar untuk mendukung organisasi yang menyuarakan kekerasan seksual tentara Rusia di Ukraina.


"Putin (Presiden Rusia) belum menunjukkan bahwa dia serius tentang diplomasi. Pendekatan keras dari Inggris dan sekutu kami sangat penting untuk memperkuat tangan Ukraina dalam negosiasi," kata Truss seperti dikutip CNN International.

"Kami akan berbuat lebih banyak untuk meningkatkan tekanan pada Rusia dan kami akan terus mendorong yang lain untuk berbuat lebih banyak."

Tak hanya dari Inggris, desakan tambahan sanksi juga datang dari Jerman. Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck juga mendorong sanksi lebih lanjut terhadap Rusia dan merencanakan "paket sanksi besar kelima" yang akan diberlakukan pekan ini.

"Saya sepenuhnya yakin, kami secara substansial dapat melangkah lebih jauh," katanya dalam konferensi pers di Berlin.

"Kami telah melihat seberapa efektif sanksi itu dan kami juga melihat pengelakan. Kami telah melihat di mana kami dapat melarang barang-barang teknis dan dengan demikian terus membuat tidak stabil dan melemahkan ekonomi Rusia," tambahnya.

Desakan untuk menambahkan sanksi terhadap Moskow kembali digelorakan pasca penemuan ratusan jenazah warga Ukraina di wilayah Bucha. Jenazah itu diduga korban pembantaian pasukan Rusia yang sebelumnya menduduki wilayah itu.

Rusia sendiri menolak tuduhan ini. Bahkan, pemerintahan pimpinan Presiden Vladimir Putin itu menuduh Ukraina dan media Barat merupakan dalang dibalik tuduhan ini dengan mengatakan bahwa kota itu sebelumnya dibombardir selama 24 jam terus menerus oleh pasukan Kyiv.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Harap Bisa 'Kopdar' Dengan Putin & Zelenskyy di KTT NATO