Pakai Bensin Pertamax Tarikan Mesin lebih 'Greeeng' Benarkah?

Pratama Guitarra, CNBC Indonesia
01 April 2022 17:15
Suasana pengisian BBM di SPBU Bojongsari, Jawa Barat, Jumat (14/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Suasana pengisian BBM di SPBU Bojongsari, Jawa Barat, Jumat (14/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) resmi mengerek harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis RON 92 atau Pertamax dari yang sebelumnya Rp 9.000 - Rp 9.400 per liter menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter. Bersamaan dengan itu, Pertamina menetapkan harga BBM RON 90 atau Pertalite secara merata di harga Rp 7.650 per liter.

Akibat adanya gap harga yang tinggi antara Pertamax dan Pertalite, akan membuat adanya migrasi penggunaan ke Pertalite. Namun, lagi-lagi migrasi penggunaan bensin akan dilihat dari seberapa 'sayang' konsumen terhadap mesin kendaraannya.

Pasalnya, memakai bensin Pertamax dinilai akan membuat mesin kendaraan menjadi lebih sehat ketimbang menggunakan Pertalite yang kadar oktannya lebih rendah.

Pjs Corporat Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan, potensi perpindahan itu mungkin saja terjadi. Namun dari catatan Pertamina, konsumen Pertamax biasanya tidak hanya soal harga, melainkan konsumen ini umumnya lebih memilih untuk kebutuhan mesin kendaraan mereka.

"Silahkan dilihat dalam buku manual kendaraannya, tertulis disana kebutuhan RONnya berapa. Jadi bila ingin awet mesinnya, tarikannya juga lebih baik, mereka tetap akan menggunakan BBM dengan Research Octane Number (RON) yang lebih tinggi," ungkap Irto kepada CNBC Indonesia, Jumat (1/4/2022).

Yang terang, kata Irto, pihaknya akan terus memberikan edukasi dan sosialisasi pemanfaatan BBM Non Subsidi. "Untuk itu kami himbau untuk pengguna setia Pertamax untuk tetap menggunakan BBM Non Subsidi," tandas Irto.

Sebelumnya, Deendarlianto, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan bahwa kenaikan harga BBM jenis oktane tinggi ini tentunya akan membawa migrasi pengguna dari BBM oktan tinggi ke yang rendah seperti misalnya BBM jenis RON 90 atau Pertalite.

Tapi, migrasi ini tidak akan serta merta terjadi mengingat saat ini pemilik kendaraan sudah banyak yang menyadari bahwa spesifikasi BBM beroktan rendah akan mengganggu kinerja mesin.

Deendarlianto mengungkapkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan PSE, perubahan nilai oktan pada bahan bakar akan mempengaruhi nilai kadar emisi. Bahan bakar dengan bilangan oktan lebih rendah memiliki kadar CO yang lebih tinggi. Seiring meningkatnya RPM dan kecepatan kendaraan, kadar CO juga akan terus meningkat.

"Kalau bicara RON dalam implementasi ke efisiensi mesin, kami yakin pengguna Pertamax tidak akan serta merta beralih ke Pertalite karena akan berdampak ke mesin. Semakin rendah RON akan semakin tinggi emisinya," ujar Deendarlianto, saat diskusi virtual bersama Media, Sabtu, (12/3/2022).

BBM jenis Peralite saat ini paling banyak dikonsumsi. Di tingkat nasional, lebih dari 50% pengguna kendaraan bermotor mengonsumsi Pertalite. Selain itu, Pertamina juga menjual beberapa jenis BBM berkualitas seperti Pertamax, Pertamax Plus (RON 95), dan Pertamax Turbo (RON 98).

Menurut Guru Besar Teknik Mesin UGM itu, dari sisi teknis jika ada konsumen beralih dari Pertamax ke Pertalite, mereka tentunya akan berpikir ulang karena alasan kinerja mesin tadi. Namun hal itu tidak bisa dihindari karena masih ada kalangan masyarakat yang membutuhkannya.

"Isu kualitas BBM ini kan sempat ramai juga tahun lalu, katanya Premium mau dihilangkan. Saya sebenarnya setuju itu karena memang emisinya jauh lebih besar. Dari pertimbangan net zero emission harusnya Pertamina memang sudah mulai mengurangi premium sehingga kita mulai beralih," kata dia.

Dalam kajian PSE UGM, ujar Deendarlianto, sektor otomotif ke depan akan mengarah teknologi yang didesain menghasilkan produk rendah emisi. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan lain harus melihat secara integral semua sektor terkait, mulai dari industrinya, pengembangan infrastruktur jalannya, hingga kebijakannya.

"Rendah emisi berarti BBM harus ramah lingkungan. Maka saya setuju dengan penghapusan premium. Dari dulu saya setuju. Pertimbangannya pertama green energy, makanya kita masuk ke energy transisi, low karbon," kata dia.

Kendati demikian, dia mengakui bahwa untuk menghasilkan energi bersih memerlukan cost tambahan dan tidak semua golongan masyarakat mampu mengaksesnya. Sehingga, disinilah peran pemerintah untuk hadir dan memberikan subsidi bagi masyarakat tidak mampu.

"Kalau kita bicara Eropa dan Amerika Serikat, mereka tidak pernah ribut masalah BBM karena daya beli cukup kuat. Ini beda dengan kita, makanya negara harus hadir," kata dia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye-Bye Premium-Pertalite

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular