Putin Kalah Perang? Rusia Bakal Kurangi Serangan ke Ukraina!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia mengaku akan mengurangi aktivitas militernya di Ukraina. Salah satunya di ibu kota Kyiv dan kota utara Chernihiv.
Hal ini diutarakan Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin. Ia berbicara usai pembicaraan damai Rusia dan Ukraina berlangsung di Turki.
"Moskow telah memutuskan untuk secara drastis mengurangi aktivitas militernya di dekat ibu kota Ukraina," tulis CNBC International mengutipnya, Selasa (29/3/2022) malam waktu setempat. Ia berdalih ini agar memuluskan pembicaraan damai.
Meski demikian, negosiator Rusia lain mengaku ini bukan "gencatan senjata". Ini hanya deeskalasi militer bertahap di dua "arah utama".
"Kami memahami bahwa ada orang-orang di Kyiv yang perlu membuat keputusan, jadi kami tidak ingin membuat kota ini menghadapi risiko tambahan," kata perwakilan Rusia Vladimir Medinsky dimuat CNN.
Sementara itu, President AS Joe Biden menyuarakan kehati-hatian akan klaim baru Rusia itu. AS, tegasnya, menunggu realisasi deeskalasi yang kuat bukan pernyataan semata.
"Kita lihat saja. Saya tidak membaca apa pun sampai saya melihat apa tindakan mereka. Kami akan melihat apakah mereka mengikuti apa yang mereka sarankan," kata Biden di Gedung Putih.
Pekan lalu penarikan pasukan juga sempat diutarakan Rusia, di mana tentara Kremlin dinyatakan akan memfokuskan operasi di Ukraina Timur. Namun ternyata serangan tetap berlanjut termasuk di Kyiv dan sekitarnya.
Sebelumnya pembicaraan damai Rusia dan Ukraina secara tata muka berlangsung di Istanbul, Turki kemarin. Tim Rusia dan Ukraina mulai menguraikan kontur penyelesaian, termasuk diskusi mengenai status Krimea, yang dianeksasi Rusia pada 2014, dan Donbas, wilayah timur yang diklaim Rusia merdeka.
Status netral Ukraina dan jaminan keamanan internasional juga akan dibahas. Termasuk pertemuan antara Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Harapan untuk gencatan senjata tampaknya meningkatkan sentimen investor di Wall Street. Sementara harga patokan minyak mentah AS, West Texas Intermediate yang melonjak setelah serangan Rusia ke Ukraina, turun lebih dari 4% menjadi US$100 per barel.
(sef/sef)