Putin Minta Bayar Gas Rusia Pakai Rubel, Jerman Buka Suara
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negara-negara yang "tidak bersahabat" dengannya akan diminta untuk membayar produk energi seperti gas alam dalam mata uang rubel.
Dengan meminta pembayaran dalam mata uang Rusia, bukan dalam dolar atau euro, seperti yang dikontrakkan, Putin berusaha menopang nilai rubel, yang tenggelam setelah negaranya menyerang Ukraina.
Diketahui dolar AS naik hampir 13% terhadap rubel Rusia sejak 24 Februari, ketika Rusia mulai serangan ke Ukraina, setelah melonjak sekitar 85% pada awal Maret.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner meminta Putin untuk memikirkan konsekuensinya. Jika membayar dengan rubel, hal ini akan menyebabkan lonjakan harga gas Eropa.
"Kami sepenuhnya menentang segala bentuk pemerasan. Perjanjian ini didasarkan pada euro dan dolar (AS), jadi kami menyarankan agar perusahaan sektor swasta membayar (Rusia) dalam euro atau dolar," kata Lindner, Senin (28/3/2022), dikutip dari CNBC International.
"Jika Putin tidak mau menerima ini, terbuka baginya untuk memikirkan konsekuensinya," tambahnya.
Sementara pekan lalu, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan membayar minyak dalam rubel akan melanggar kontrak. Pejabat Italia juga mengatakan mereka tidak akan membayar dalam rubel karena itu akan membantu Rusia menghindari sanksi Barat atas serangannya ke Ukraina.
Meskipun demikian, ketegangan atas pembayaran di masa depan dapat mengganggu aliran gas alam yang sedang berlangsung dari Rusia ke Eropa. Wilayah ini menerima sekitar 40% impor gasnya dari Rusia dan angka ini bahkan lebih tinggi untuk beberapa negara Eropa, terutama Hongaria yang mendapat 95% impor gasnya pada tahun 2020 dari Rusia.
Ketergantungan kawasan pada energi Rusia telah mencegah blok tersebut dari memberlakukan embargo minyak di Moskow sebagai bagian dari rezim sanksinya. Ini berbeda dengan Gedung Putih AS yang telah melarang impor minyak dan gas Rusia.
Uni Eropa mengatakan akan merombak pendekatannya terhadap energi dan mengurangi ketergantungannya dengan Rusia. Ini jadi rencana yang diajukan sejak awal Maret, menyarankan untuk memotong impor gas Rusia hingga dua pertiga sebelum akhir tahun.
"Kami akan mencari solusi. Kami sedang berupaya mengurangi ketergantungan pada impor Rusia dan jika (Putin) memutuskan untuk memotong pasokannya, kami harus lebih cepat untuk mandiri dari Rusia," kata Lindner.
Eropa kini sekarang berebut untuk mendapatkan sumber energinya dari tempat lain. Amerika Serikat (AS), misalnya, pada Jumat mengumumkan kesepakatan baru dengan Uni Eropa untuk memasok blok itu dengan 15 miliar meter kubik gas alam cair tahun ini.
(tfa/tfa)