Subsidi BBM Terancam Jebol! Bagaimana Ini, Bu Sri Mulyani?

Maesaroh, CNBC Indonesia
29 March 2022 14:24
Ilustrasi Pertamax Turbo
Foto: Ilustrasi Pertamax Turbo (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga minyak mentah dunia berpotensi melambungkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun ini. Pemerintah kini dihadapkan pada pilihan sulit untuk menaikkan atau tetap mempertahankan harga BBM dengan risiko belanja subsidi melonjak.

Ekonom DBS Radhika Rao mengatakan kenaikan harga energi di tingkat global akan memberi tekanan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dan tarif listrik.
Terlebih, harga Premium dan Pertalite belum pernah mengalami kenaikan dalam dua tahun terakhir sementara BBM lain seperti Pertamina Dex sudah dinaikkan. 

Pertalite merupakan BBM yang paling banyak dipakai masyarakat Indonesia saat ini. Harga Pertalite saat ini dijual di harga Rp 7.650 per liter.

"Kami memperkirakan ada kenaikan sebagian dari jenis BBM tertentu. Kenaikan juga menjadi bagian dari rencana jangka menengah untuk mengurangi pemakaian BBM dengan RON rendah," tutur Radhika dalam laporan berjudul ASEAN-6: Assessing the Impact of Oil and Geopolitics.

 

Sementara itu, kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan harga BBM yang paling masuk akal untuk menghitung kenaikan subsidi. Dia mengingatkan kenaikan harga minyak mentah dunia yang terjadi saat ini bersifat extraordinary karena dampak perang Rusia-Ukraina. Faktor inilah yang kemungkinan akan menjadi pertimbangan utama pemerintah.

"Agak sulit untuk dinaikkan di harga market tapi mungkin mendekati. Kalaupun naik mungkin secara bertahap karena ini situasi yang extraordinary karena kenaikan komoditas," tutur David, kepada CNBC Indonesia, pekan lalu.




Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah masih akan menjaga harga Pertalite dalam level yang sekarang. "BBM nggak naik. Pertalite nggak diubah dan ini sebabkan nanti bayar kompensasi ke Pertamina. Jadi ini APBN hitung berapa masuk dan berapa ditagihkan ke kita dan struktur APBN akan sehat atau nggak," kata Sri Mulyani dalam CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa (22/3/2022).

Dalam APBN 2022, subsidi BBM dan Elpiji 3 kg ditetapkan sebesar Rp 77,55 triliun. Asumsinya adalah rata-rata harga minyak Indonesia/ICP sebesar US$ 63/barel dan nilai tukar rupiah Rp 14.350/US$.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, rata-rata ICP Februari 2022 sebesar US$ 95,72/barel sementara bulan sebelumnya US$ 85,89/barel. Artinya, rata-rata ICP hingga Februari mencapai US$ 90,81/barel.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan pemerintah harus menambah subsidi BBM jika tidak melakukan penyesuaian harga. 

"Kita akan terus mencermati dampak harga minyak ini dan responnya akan memastikan stabilitas dan supply energi. Kalau kemudian penyesuaian harga jadi pilihan nantinya maka (pemerintah) memberikan bantuan sosial. Penebalan perlindungan sosial jadi alternatif untuk menjaga keseimbangan daya beli dan memastikan bahan pokok dan energi," tutur Isa, dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3).


Dia menambahkan pemerintah juga akan mengkaji dampak kenaikan harga minyak mentah terhadap keuangan PT Pertamina sebagai distributor utama BBM serta bagaimana kompensasinya.

"Akan kami ukur ketahanan badan usaha tersebut. Menjadi penting badan usaha dapat menjalankan fungsinya tugasnya dan tidak kemudian jadi kolaps. ini terus jadi pemantauan dan pembayaran kompensasi ke badan usaha," sebutnya.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan pemerintah tidak perlu mengajukan APBN-P untuk mengatasi kenaikan BBM. Sesuai ketentuan, pemerintah bisa menyesuaikan realisasi subsidi BBM tanpa perlu mengubah UU APBN.

Dalam UU APBN 2022 Pasal 16 ayat (3) disebutkan anggaran untuk Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan parameter, perubahan kebijakan, dan/atau pembayaran kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya.

"Pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan revisi terhadap APBN tanpa perlu konsultasi terlebih dahulu dengan DPR," tutur Damhuri, kepada CNBC Indonesia.

Cerita kenaikan subsidi BBM bukanlah barang baru. Sepanjang 12 tahun terakhir (2010-2021), hanya empat kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan yakni pada 2010, 2014, 2015, dan 2019. Lonjakan besar subsidi BBM terjadi bahkan pernah terjadi pada periode 2012-2014. Lonjakan terjadi karena sejumlah faktor mulai dari kenaikan ICP, tingginya konsumsi, hingga pelemahan rupiah.




Sebagai catatan, sebelum 2015, pemerintah menetapkan subsidi BBM berdasarkan harga ICP, nilai tukar, serta volume konsumsi. Pemerintah akan menetapkan harga pada level tertentu sehingga subsidi langsung jebol jika salah satu parameter tidak sesuai ketentuan. Pasalnya, pemerintah akan menanggung selisih dari kelebihan harga ICP atau nilai tukar ataupun kelebihan kuota.

Sebelum periode 2015, pemerintah biasanya mengajukan APBN Perubahan (APBN-P) untuk menaikkan alokasi subsidi BBM atau menaikkan harga BBM. Kenaikan harga biasanya akan dibarengi dengan sejumlah kompensasi seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar dampak kenaikan BBM bisa dimitigasi.

Pada 2012, pemerintah menaikkan alokasi subsidi BBM menjadi Rp 137,4 triliun melalui APBN-P dari Rp 123,6 triliun yang ditetapkan dalam APBN.
Namun, realisasi subsidi BBM pada 2012 tetap jauh melewati alokasi yakni Rp 211,9 triliun.

Pada 2013, alokasi subsidi BBM di APBN ditetapkan sebesar Rp 274,74 triliun. Pemerintah mencoba mengurangi subsidi BBM melalui APBN-P pada tahun 2013 menjadi Rp 199,9 triliun. Belanja subsidi diharapkan berkurang setelah ada kenaikan harga BBM di pertengahan tahun. Namun, realisasi subsidi BBM menembus Rp 210 triliun, lebih tinggi dari alokasi.

Sejak 1 Januari 2015, pemerintah tidak lagi menanggung subsidi BBM Premium. Penentuan harga premium mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu tetapi harga BBM tetap ditetapkan pemerintah.

Dengan harga yang masih ditetapkan maka Pertamina sebagai distributor BBM tidak bisa menetapkan harga sesuai harga pasar terkini. Kondisi tersebut bisa membebani Pertamina sebagai distributor BBM yang ditunjuk pemerintah.

Kendati harga BBM sudah mengikuti fluktuasi pasar, realisasi subsidi BBM masih saja membengkak. Pada tahun lalu, misalnya, subsidi BBM membengkak dari Rp 56,9 triliun menjadi Rp 83,79 triliun karena kenaikan ICP. Untuk tahun ini, realisasi subsidi energi, termasuk BBM, hingga Februari 2022 mencapai Rp 21,7 triliun, jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp 12,4 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular