Harga Minyak Naik Tapi Produksi RI Turun, Sri Mulyani Was-was
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mulai mengkhawatirkan kenaikan harga minyak mentah dunia. Namun di satu sisi realisasi lifting minyak di tanah air terus turun.
Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada Februari 2022 telah mengalami peningkatan, terutama didukung meningkatnya pendapatan sumber daya alam (SDA) dan badan layanan umum (BLU).
Tahun lalu realisasi pertumbuhan PNBP terkontraksi 59,2% atau hanya mencapai Rp 6,8 triliun, dan sampai dengan Februari tahun ini tumbuh 126,8% atau mencapai Rp 15,5 triliun. Jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Adapun PNBP SDA Migas tumbuh 126,8% atau telah mencapai 18,1% dari target APBN, karena kenaikan Indonesia Crude Price (ICP).
Rata-rata ICP di US$ 79,63 per barel, naik 57,7% jauh lebih dari APBN yang hanya US$ 63 per barel. Untuk rata-rata ICP pada Desember sampai Januari 2021 sebesar US 50,48 per barel. Sekarang sudah melonjak menjadi US$ 79,63 per barel.
"Jadi sudah kenaikan ICP dari US$ 50 per barel ke US$ 79,6 per barel," tutur Sri Mulyani.
Kendati demikian, Sri Mulyani khawatir, di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia, realisasi lifting minyak di tanah air justru menunjukan tren yang menurun.
"Kita harus hati-hati, walaupun harga (minyak mentah) naik, lifting minyak kita mengalami penurunan, lifting minyak kita sampai Januari 2022 hanya 573.000 barel per hari, jauh di bawah target APBN yang sebesar 703.000 barel per hari," jelas Sri Mulyani.
"Ini sesuatu yang harus kita waspadai. Karena harga minyak meningkat, kita perlu impor," kata Sri Mulyani melanjutkan.
Untuk diketahui, Indonesia sejak 2004 sampai saat ini masih bergantung pada impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.
Dari konsumsi BBM nasional 1,4 juta barel per hari hingga 1,5 juta barel per hari, kemampuan produksi minyak Indonesia hanya mampu mencapai 700.000 barel per hari. Sementara, pemerintah memiliki target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030.
(cap/mij)