Sawit & Tambang Lagi Cuan Besar, Tapi Kok Pakai Solar Subsidi

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 29/03/2022 10:15 WIB
Foto: REUTERS/Bazuki Muhammad

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga komoditas minyak kelapa sawit serta mineral dan batu bara rupanya belum cukup bagi pelaku usaha untuk meraup cuan sebesar-besarnya.

Pasalnya, mereka masih mengambil keuntungan dari pembelian minyak Solar bersubsidi yang harganya jauh lebih murah dibandingkan Solar non subsidi. Padahal, seharusnya industri sawit dan pertambangan menggunakan Solar non subsidi, bukan yang disubsidi pemerintah.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menduga bahwa industri tambang dan kelapa sawit mempunyai peran besar dalam kelangkaan Solar subsidi yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini.


Menurut dia, kelangkaan Solar subsidi terjadi salah satunya disebabkan oleh banyaknya industri tambang dan kelapa sawit yang beralih menggunakan Solar subsidi dari seharusnya Solar non subsidi.

Hal itu terlihat dari menurunnya penjualan Solar non subsidi dan meningkatnya penjualan Solar subsidi di sekitar area tambang dan industri sawit. Akibatnya, penyaluran Solar bersubsidi per Februari jebol 10% dari kuota yang ditetapkan pemerintah.

"Antrian ini banyak yang dari industri sawit dan tambang. Kita duga banyak yang pakai Solar subsidi. Dan ini kelihatannya, penjualan Solar non subsidi turun, Solar subsidi naik, padahal industri naik," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).

Oleh karena itu, Nicke mengusulkan adanya aturan berupa Keputusan Menteri (Kepmen) yang bisa dijadikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, khususnya terkait aturan mengenai siapa yang berhak mengkonsumsi BBM jenis Solar subsidi maupun volumenya.

"Industri kan tumbuh, kita tetap suplai, meski sudah over kuota. Februari sudah 10% naiknya, sudah over kuota," kata dia.

Adapun kuota Solar subsidi pada 2022 ditetapkan sebesar 15,1 juta kilo liter (kl) di mana alokasi kepada Pertamina sebesar 14,9 juta kl dan PT AKR Corporindo (AKRA) 186 ribu kl. Namun Pertamina memproyeksikan, permintaan Solar subsidi pada tahun ini bisa meningkat hingga 16 juta kl.

Menurut Nicke, kelangkaan Solar bersubsidi terjadi salah satunya disebabkan oleh adanya selisih harga jual dengan Solar non subsidi yang semakin jauh. Setidaknya, selisih harga Solar bersubsidi dan non subsidi angkanya saat ini telah mencapai Rp 7.800 per liter.

"Ini yang mendorong shifting konsumsi juga. Kami lakukan pengendalian dan monitoring di lapangan. Volume jatah diturunkan, gap harga tinggi," ujarnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan