Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Ramadan tinggal hitungan hari. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, kedatangan bulan puasa akan disambut suka cita sekaligus diiringi sejumlah kekhawatiran, termasuk kekhawatiran lonjakan harga kebutuhan pokok.
Seperti halnya iringan lagu religi, menjamurnya penjual kolak, dan kembali ramainya masjid oleh ibadah tarawih, kenaikan inflasi adalah sebuah tradisi yang selalu hadir pada bulan ramadhan. Secara historis, inflasi Indonesia akan mencapai puncak pada Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri karena melonjaknya permintaan barang dan jasa.
Tidak hanya sembako yang naik, tarif angkutan udara hingga angkutan antar kota juga biasanya naik menjelang Hari Raya Idul Fitri. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada lima tahun terakhir menunjukkan inflasi bulanan tertinggi paling sering terjadi di Desember karena bulan Ramadhan biasanya membentang selama dua bulan sehingga inflasi tidak menumpuk dalam satu bulan.
Pada 2018, misalnya, inflasi pada periode Ramadan (Mei dan Juni) tercatat 0,21% dan 0,59% atau rata-rata 0,4%, lebih rendah dibandingkan dengan Desember (0,62%).
Berbeda ceritanya jika Ramadhan jatuh pada satu bulan saja seperti yang terjadi pada 2011. Pada tahun tersebut, Ramadhan jatuh satu bulan Agustus dan inflasi pada bulan tersebut menembus 0,93% atau hampir seperempat dari inflasi di akhir tahun tersebut (3,79%).
Lonjakan inflasi Ramadan dan Hari Raya yang sangat tinggi terjadi pada 2013 dan 2014. Pada 2013, awal Ramadan jatuh pada 10 Juli dan Hari Raya Idul Fitri pada 8 Agustus. Inflasi bulanan pada Juli 2013 menembus 3,29% dan Agustus sebesar 1,12%. Selain karena kenaikan harga sembako, lonjakan inflasi dipicu oleh kenaikan harga BBM pada Juni.
Inflasi hampir 1% juga terjadi pada bulan Ramadan 2014. Pada saat itu, awal puasa jatuh pada akhir Juni sementara lebaran pada akhir Juli. Inflasi Juli mencapai 0,93%.
Anomali tingginya inflasi pada Ramadan terjadi pada tahun 2020. Pada saat itu, umat Islam menjalani ibadah puasa Ramadan di awal 24 April 2020, atau sebulan setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Pembatasan mobilitas dan pelemahan daya beli membuat inflasi bulanan pada April hanya tercatat 0,08% dan 0,07% pada Mei.
Dalam empat tahun terakhir, juga ada pergeseran penyebab inflasi Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Bila sebelumnya, sembako menjadi faktor utama pendongrak inflasi Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri maka pada 2018 dan 2019 adalah tarif angkutan udara menjadi faktor utama pendongkrak inflasi.
Berbeda dengan dua tahun sebelumnya yang masih diwarnai pembatasan mobilitas dan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ketat, mobilitas masyarakat selama Ramadan tahun ini kemungkinan lebih longgar. Pemerintah bahkan sudah menghapus ketentuan wajib tes antigen sebagai syarat perjalanan mulai 8 Maret lalu.
Pelonggaran ini akan meningkatkan mobilitas warga selama lebaran. Dalam catatan BPS, penumpang angkutan udara dan kereta pada Ramadan dan menjelang Hari Idul Fitri 2020 dan 2021 turun drastis karena adanya pembatasan bahkan larangan mudik.
 Foto: BPS Trafik penumpang pesawat |
Jumlah penumpang pesawat pada Mei 2020 di mana ada perayaan Hari Raya hanya tercatat 0,09 juta sementara pada Mei 2019 mencapai 5,25 juta. Penumpang pesawat pada hari Raya Idul Fitri Mei 2021 sedikit meningkat 2,44 juta. Dengan pelonggaran persyaratan, jumlah penumpang pesawat bisa kembali naik pada Ramadhan tahun ini dan mendongkrak inflasi.
Selain pelonggaran mobilitas, faktor daya beli yang mulai pulih diperkirakan akan meningkatkan penjualan barang dan jasa pada Ramadhan tahun ini. Kenaikan penjualan ritel setidaknya sudah tercermin dalam data Bank Indonesia.
Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Desember 2021 tercatat sebesar 216,3 atau tumbuh 13,8% (year on year/YoY). IPR Indonesia sudah kembali ke level 200 sejak November 2021. Sepanjang April 2020 hingga Oktober 2021, IPR Indonesia berada di bawah 200 kecuali pada April dan Mei 2021.
Konsumsi rumah tangga juga sudah tumbuh sejak kuartal II tahun 2021 setelah terkontraksi pada kuartal II/2020 hingga kuartal I/2021.
Sejumlah ekonom mengingatkan tekanan inflasi Indonesia meningkat pada April dan Mei atau selama Ramadan. Kenaikan inflasi tidak hanya dipicu oleh faktor musiman atau pemulihan ekonomi tetapi juga melambungnya harga karena konflik Rusia-Ukraina.
"Secara musiman, periode Ramadan akan meningkatkan tekanan harga. Kenaikan harga kemungkinan terjadi di minggu-minggu ke depan," tutur Wellian Wiranto, ekonom OCBC dalam laporannya The Core Matters.
Ekonom DBS Radhika Rao juga mengingatkan akan lonjakan inflasi Ramadhan tahun ini. "Indonesia akan memasuki periode inflasi tinggi musiman karena ada Ramadan pada April dan Mei, tekanan lebih karena gangguan pasokan," tuturnya dalam report Bank Indonesia to stay patient, watching inflation.
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, telah menghitung akan ada dampak kenaikan harga pangan di Indonesia terhadap inflasi untuk beberapa bulan ke depan, karena di Indonesia pada April akan mulai memasuki bulan Ramadan. Pemerintah bersama otoritas terkait akan mengantisipasi dampak kenaikan harga pangan ini menggunakan kebijakan fiskal dan moneter. Untuk bahan pangan seperti minyak goreng, jika harganya tak terbendung, pemerintah akan langsung menyalurkan subsidi kepada masyarakat.
"Kami sudah menghitung ada tekanan harga ini terhadap inflasi dalam beberapa bulan ke depan dan terutama juga untuk Indonesia, karena kami mengantisipasi Ramadhan dan Idul Fitri, yang akan terjadi dalam dua bulan ke depan," kata Sri Mulyani belum lama ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA