Ternyata RI Ketergantungan Impor Alumina Dari Australia-India

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
21 March 2022 19:35
A worker walks along coils of aluminium at the Neuf-Brisach Constellium aluminium products company's production unit in Biesheim, Eastern France, April 9, 2018.  REUTERS/Vincent Kessler
Foto: REUTERS/Vincent Kessler

Jakarta, CNBC Indonesia - Holding BUMN Pertambangan, MIND ID membeberkan bahwa pihaknya masih memiliki ketergantungan kepada Australia dan India atas impor alumina. Tercatat, sampai pada saat ini impor alumina dari Australia dan India mencapai 500 ribu ton per tahun.

Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID, Dany Amrul IchdanĀ mengungkapkan kebutuhan alumina perusahaan sebesar 500 ribu ton per tahun hingga kini masih berasal dari negara India dan Australia.

"Inalum saat ini ada ketergantungan impor alumina, impor satu tahun 500 ribu ton alumina per tahun," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (21/3).

Untuk menghindari ketergantungan itu, saat ini PT Inalum (Persero) dan PT Aneka Tambang (Antam) melalui anak usahanya PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) tengah membangun smelter Grade Alumina Refenery (SGAR). Mega proyek ini direncanakan memiliki kapasitas 1 juta ton alumina.

"Kapasitasnya 1 juta ton berarti 500 ribu akan cukup memenuhi kebutuhan inalum dan 500 ribu nya kita bisa ekspor jadi kebutuhan smelter bisa dijalankan termasuk off taker dari bauksit," terang Danny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Senin (21/3/2022).

Asal tahu saja, rencananya, mega proyek smelter grade alumina refinery ini rencananya akan tuntas pada Juli 2023.

Direktur Utama PT Borneo Alumina Indonesia, Dante Sinaga mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan proyek. Namun dalam perjalanannya, terdapat kendala utama yang membuat pelaksanaan proyek baru mencapai 13,78% dari target 71,73%.

Menurut dia, tidak tercapainya target pelaksanaan proyek disebabkan oleh terjadinya keterlambatan proses pengadaan. Sehingga hal tersebut berpengaruh signifikan bagi berjalannya pembangunan proyek.

"Procurement terlambatnya 47,75% memang ini terkait satu sama lain. Karena engineering membutuhkan data procurement, karena kalau procurement tidak ada maka data-data barang yang akan dibeli tidak bisa disuplai jadi engineering jadi terkendala juga," terang Dante.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Beri Restu Pemisahan Inalum dan MIND ID

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular