Gokil! Harga Minyak Goreng di Bogor Tembus Rp51.000

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
19 March 2022 16:30
Turn off for: Indonesian
Warga antre untuk mendapatkan minyak goreng kemasan di GOR BRI, Radio Dalam, Jakarta, Senin (7/2/2022). Polsek Kebayoran Baru menggelar oprasi pasar minyak goreng murah mulai tanggal 7-9 Maret 2022. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Warga antre untuk mendapatkan minyak goreng kemasan di GOR BRI, Radio Dalam, Jakarta, Senin (7/2/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak goreng kemasan premium langsung melambung tinggi usai pemerintah menerapkan harga keekonomian sesuai harga pasar. Harga pun bergerak liar. Ada toko ritel yang menjual Rp20 ribu per liter, tapi ada juga yang menjual Rp25 ribu per liter.

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia pada Sabtu (19/3/22) pagi di salah satu minimarket di pusat kota Bogor, terlihat harga minyak goreng mencapai Rp 51.200 per 2 liter untuk merk Tropical, sementara Sania sedikit lebih rendah yakni Rp48.500/2 liter, serta Sovia seharga Rp48.000.

Namun, hanya merk terakhir yang tersedia di rak toko, sementara merk lainnya nampak kosong. Angka tersebut hampir dua kali lipat dari ketentuan harga eceran tertinggi (HET) sebelumnya.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerangkan pemerintah memang sudah mempunyai rencana untuk menstabilkan dan menjaga pasokan minyak goreng dalam negeri. Namun harga komoditas bergerak sangat liar.

"Ketika pertama kali dikeluarkan 11 Januari (2022) harga di FOB (freight on board) Belawan per kilogram sudah jadi Rp 14.600, dengan harga segitu kita subsidi berdasarkan BPDPKS dengan nilai Rp 7,5 triliun untuk 6 bulan ke depan," jelasnya.

"Tapi harga pada tanggal 12 Januari di FOB Belawan naik menjadi Rp 15.200 kemudian naik lagi Rp 15.600 pada tanggal 13 Januari. Saat tanggal 14 Januari sudah naik jadi 1.000. karena naik tinggi maka BPDPKS tidak sustain dan berkesinambungan, karena loncat dari Rp 15 triliun menjadi Rp 20 - 22 triliun per tahun, jadi uang tidak ada," tambahnya.

Saat itu rencana pemerintah adalah ketika harga minyak sawit mentah di FOB belawan sudah mencapai Rp 15.000, rencana yang diambil adalah memakai Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 dengan subsidi BPDPKS. Lantas ketika harga sudah melonjak diatas Rp 15 ribu menggunakan skema DMO dan DPO.

"Setelah harga menyentuh Rp 17 ribu maka harus merancang rencana lain. kita putuskan memastikan ketersediaan ini harus ada," kata Lutfi.

Hingga akhirnya pemerintah kini memutuskan untuk menarik skema DMO/DPO dan menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar. Namun di satu sisi pengusaha yang ekspor kini disusahkan dengan pungutan atau levy yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Jadi tidak lagi flat ini progresif, jadi liner ke atas, ketika mau diekspor akan dipotong. Jadi tiap harga (CPO) naik US$ 50 perlu membayar lebih US$ 20," kata Lutfi.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Bener-bener Meledak!' Harga Migor Dilepas Tembus Rp20 Ribu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular