
Pengutan Ekspor Naik, RI Kena Guyur Duit Sawit Rp110 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) minyak sawit beserta turunannya. Sejalan dengan dicabutnya aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Hal ini dilakukan juga supaya bisa mensubsidi minyak goreng curah di harga Rp 14.000 per liter yang masih ditahan harganya oleh pemerintah. Rencananya uang subsidi minyak goreng itu diambil dari kantung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dari PE dan BK.
Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi mengatakan dengan kenaikan PE dan BK ini, biaya eksportir pengusaha komoditas CPO kini menjadi US$675 per ton, dari posisi sebelumnya US$375 per ton, atau ada kenaikan 80% atau naik US$ 300 per ton.
"Pungutan ekspor BPDPKS yang tadinya flat dimana setiap kenaikan US$50 akan dipajak US$20 dolar. Kalau kita lihat harga hari ini, maka iuran BPDPKS dan bea keluar dari US$375 menjadi US$675 dolar. Akan ada keekonomian dimana akan lebih untung jual di dalam negeri dari pada ekspor. Ini mekanisme pasar mudah-mudahan stabilkan pasokan ke pasar," kata Mendag Muhamad Lutfi di DPR, Kamis (17/3).
Sehingga potensi tambahan pemasukan yang didapat dari kenaikan PE dan BK CPO yang bertambah US$ 300 per ton ini hampir mencapai US$ 7 miliar atau di atas Rp 110 triliun lebih, dengan asumsi ekspor CPO Indonesia mencapai 34 juta ton per tahun.
"Kasarnya US$ 300 per ton, dengan 34 juta ekspor setara hampir US$ 7 miliar dolar, sama saja Rp 110 triliun ini yang harus diberikan ke pengusaha untuk subsidi (antara lain minyak goreng)," katanya,
Menurut Lutfi tarif levy akan ditetapkan secara progresif naik ke atas tergantung dari volume ekspor yang dilakukan.
"Kita naikank lagi levy-nya (PE) jadi bukan flat di US$ 1.000 per ton, sekarang di progresif, ditandatangani Menteri Keuangan, jadi keuntungan mau ekspor dipotong levy itu dari Rp 1.000 per ton flat menjadi Rp 1.500 per ton," katanya.
Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan perubahan tarif PE dan BK ini. Revisi tarif itu tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kementerian Keuangan.
Dalam revisi itu tertuang kenaikan harga pungutan ekspor produk sawit dan turunannya. Dimana untuk produk Crude Palm Oil (CPO) batas bawah atau sama dengan US$ 750 per ton, PE-nya mencapai US$ 55, sementara jika harga mencapai US$ 1.500 per ton pungutannya mencapai US$ 375.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Impian Terpendam Pengusaha, Ngebet Ada Badan Sawit di Bawah Presiden