Rusia "Dipaksa" Bayar Utang Pakai Rubel, Apa Dampaknya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan Rusia menyatakan telah siap melunasi sebagian utang luar negerinya. Namun, hal itu terancam hanya bisa dilakukan oleh mara uang rubel akibat sanksi yang dijatuhkan barat terhadap sektor keuangan Negeri Beruang Merah tersebut.
Adapun, serangkaian sanksi yang telah dijatuhkan terhadap Rusia membuat negara tersebut "dikucilkan" dari pasar keuangan global. Hal itu turut memicu krisis ekonomi terburuknya sejak kejatuhan Uni Soviet pada 1991.
"Klaim bahwa Rusia tidak dapat memenuhi kewajiban utang negaranya tidak benar," tutur Menteri Keuangan Anton Siluanov seperti dikutip Reuters, Senin (14/3/2022).
"Kami memiliki dana yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban kami," imbuhnya.
Adapun, Pemerintah Rusia akan membayar US$ 117 juta pada dua obligasi berdenominasi dolar pada Rabu (16/3/2022).
Sejatinya, Rusia telah menyetujui prosedur sementara yang memungkinkan pembayaran utang tersebut dibayar dengan mata uang asing. Hanya saja, dengan adanya sanksi yang membuat beberapa Bank Rusia "ditendang" dari sistem pembayaran internasional SWIFT, pembayaran tersebut akan terganggu.
Alhasil, Pemerintah Rusia pun menyadari ada kemungkinan pembayaran Eurobond akan dilakukan dalam mata uang rubel, yang dapat diartikan telah terjadi default.
Perlu diketahui, sejak serangan Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu, nilai rubel terus merosot.
"Pembekuan rekening bank sentral dan mata uang asing pemerintah dapat dilihat sebagai keinginan dari beberapa negara Barat untuk merancang default yang dibuat-buat," pungkas Siluanov.
(luc/luc)