
Indonesia Korban Lonjakan Inflasi AS, Kas Negara Aman?

David Sumual, Ekonom Bank BCA memperkirakan situasi ketidakpastian ini masih akan berlanjut dan mempengaruhi penerbitan SBN ke depan. Investor sepertinya lebih memilih posisi wait and see.
"Banyak ketidakpastian. Sebagian masih akan wait and see," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Lelang surat utang akan kembali dibuka oleh Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan untuk pekan depan dengan target Rp 20 triliun sampai Rp 30 triliun sebanyak 7 seri.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor tiga tahun turun sebesar 0,7 basis poin (bp) ke level 3,403%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun tipis 0,1 bp ke level 6,797%, dan yield SBN berjangka waktu 25 tahun melemah tipis 0,1 bp ke level 7,235%.
Pemerintah sepertinya masih enggan untuk melepas yield tinggi kepada investor. Semakin tinggi yield maka akan menjadi beban yang besar bagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam membayar cicilan utang.
Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dalam program PROFIT CNBC Indonesia TV sebelumnya menyebutkan posisi APBN kini dalam keadaan baik. Sekalipun tidak dengan tambahan utang, pemerintah masih memiliki cadangan kas.
"APBN menurut saya masih oke, karena ada SILPA," ujarnya.
SILPA per akhir 2021 mencapai Rp 84,9 triliun. Pemerintah masih ada kesepakatan dengan Bank Indonesia (BI) lewat SKB 3 untuk mengamankan APBN dari kekurangan dana. Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia dan komoditas lainnya akan menambah penerimaan negara.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]