Apa Benar Ekspor Batu Bara Berpotensi Dilarang? Cek Faktanya
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara dunia tengah membara, sampai pada kemarin, harga emas hitam ini nyaman bertengger di angka US$ 400 per ton atau tepatnya di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 426,85/troy ons.
Kenaikan harga batu bara ini jelas sedikit membuat ketar-ketir Indonesia, pasalnya dengan harga yang tinggi itu, keinginan untuk menjual batu bara ke luar negeri atau ekspor menjadi tinggi ketimbang mensuplai batu bara ke dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) dengan patokan harga US$ 70 per ton.
Karena adanya kekhawatiran itu, muncul isu bahwa ekspor batu bara berpotensi akan dilarang lagi, hal ini juga menyusul statement dari Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) yang sempat mengatakan bahwa ada potensi larangan ekspor apabila produsen batu bara gagal memasok batu bara untuk kewajiban domestik.
Lalu apa benar ekspor batu bara akan dibatasi dan dilarang lagi?
Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia mengatakan bahwa, pernyataan dari Ketua APBI tersebut pada dasarnya hanya mengingatkan potensi disrupsi kelancaran pasokan domestik bisa saja terjadi jika disparitas harga ekspor dan domestik semakin melebar.
Untuk mengantisipasi disrupsi itu, kata Hendra, sejatinya pemerintah juga sudah melakukan beberapa hal antara lain melalui pengintegrasian sistem pengawasan PLN dengan Minerba, serta diluncurkannya Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara).
"Para anggota APBI yang telah memiliki kontrak penjualan ke PLN akan tetap berkomitmen memenuhi kebutuhan kelistrikan nasional," terang Hendra kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/3/2022).
Tercatat dalam data MODI Minerba Kementerian ESDM, realisasi ekspor untuk periode Januari - Februai 2022 hanya sekitar 19 juta ton atau lebih rendah 66% dibandingkan periode yang sama di 2021.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) juga memastikan pasokan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tercukupi dan dalam kondisi aman, di tengah perang Rusia dan Ukraina yang membuat harga batu bara meroket.
Sesuai arahan Menteri ESDM dan Menteri BUMN, saat ini mekanisme pasokan kebutuhan batu bara sudah dibenahi oleh PLN dengan melakukan kontrak jangka panjang.
Ditambah saat ini pasokan batu bara dapat dipantau dengan monitor kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) yang terpantau secara digital, serta terintegrasi dengan sistem database di lintas Kementerian ESDM.
"Khususnya di PLN, untuk energi sudah buat kontrak sejak awal tahun, sebelum 2022 kita sudah membuat kontrak. Baik batubara, gas, dan BBM melalui kerjasama dengan PT Pertamina (Persero)," jelas EVP Batu bara PLN, Sapto Aji Nugroho kepada CNBC Indonesia, Senin (7/3/2022).
Bahkan untuk mengantisipasinya, kata Sapto, PLN telah memenuhi pasokan melebihi kebutuhan seperti biasanya. Jadi, para pemasok batu bara untuk PLN dipastikan telah memenuhi kewajibannya baik untuk DMO atau kontrak tambahan di luar DMO.
(pgr/pgr)