Waduh! Gelombang Baju Impor Bakal Kuasai Pasar RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dan Bangladesh dalam tahap perundingan Indonesia-Bangladesh Preferential Trade Agreement (IB-PTA). Dalam perjanjian ini, ada beberapa komoditas unggulan Indonesia yang bakal masuk ke pasar Bangladesh, salah satunya minyak kelapa sawit (CPO).
Meski demikian, Indonesia juga harus bersiap dengan masuknya produk Bangladesh, salah satunya adalah tekstil. Sontak, kalangan pelaku industri garmen tekstil menolak rencana tersebut. Pasalnya, Bangladesh merupakan salah satu negara dengan industri tekstil terkuat di dunia dan sangat berpotensi mencaplok pasar tekstil dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta bahkan mengungkapkan bahwa sudah ada tekanan bagi industrinya untuk merelakan perjanjian dagang ini.
"Kita melihat ada tekanan yang diberikan ke kita supaya kita mau merelakan agar pakaian ini dibuka untuk Bangladesh. Kita lawan kalau disuruh dibuka-dibuka, kan harus berkorban, demi siapa? CPO, kita nggak mau. Kita kan rakyat kecil, garmen konveksi kecil dikorbankan demi segelintir kelompok," katanya dalam konferensi pers, Selasa (8/3/22).
Berdasarkan data dari Trademap, ekspor produk tekstil dengan kode HS61-52 Bangladesh menempati urutan kedua di bawah China, nilainya mencapai US$ 36,13 miliar, sementara Indonesia hanya 1/6nya, yakni US$6,98 miliar.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) David Leonardi menyampaikan bahwa secara komparatif, biaya produksi di Bangladesh jauh lebih kompetitif baik dari upah dan aturan tenaga kerja, biaya energi dan logistik serta letaknya yang strategis.
"Ekspor garment Bangladesh 6 kali lipat dibanding ekspor garment Indonesia, jadi kita bisa lihat bagaimana kuatnya industri garment mereka," ujarnya.
Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) khawatir adanya IB-PTA ini dapat merusak kembali pasar domestik IKM garmen. Terlebih kondisi IKM konveksi sekarang masih belum pulih pasca pembatasan mobilitas masyarakat akibat Covid-19.
"Kalau impor garmen masuk lagi, tentu ini jadi berat buat IKM. Masyarakat akan lebih memilih produk impor yang murah dibandingkan produk IKM. Bisa-bisa tutup satu per satu lagi seperti di awal pandemi yang lalu," kata ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman.
(dce/dce)