CNBC Insight

Jejak Manis Rusia-RI: Kirim Jet, Bantu Bangun Monas & Jalan!

Petrik, CNBC Indonesia
09 March 2022 18:35
Cover Insight, Hubungan Indonesia dan Rusia
Foto: Cover Insight/ Hubungan Indonesia dan Rusia/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia baru saja mengumumkan 27 negara yang dianggap musuh negaranya. Namun, tak ada nama Indonesia, hal ini tentu sangat beralasan karena hubungan Indonesia-Rusia punya rekam jejak yang panjang dan positif.

Rusia era perang dingin adalah induk dari Uni Soviet. Di masa perang dingin Uni Soviet adalah adidaya yang berhadapan secara dingin dengan Amerika Serikat dan Inggris. Uni Soviet sebagai pemimpin negara komunis dalam Blok Timur dan Blok Barat yang kapitalis ditunggangi Inggris dan Amerika.

Soviet Rusia sejak lama menganggap Indonesia sebagai negara penting di Asia Tenggara. Demi hubungannya dengan Indonesia, Rusia sebagai induk Uni Soviet rela melakukan apa saja. Mulai dari cari makam bahkan mengirim senjata ke Indonesia.

Rusia Rela Temukan Makam Imam Bukhari Demi Bung Karno

Setelah kematian Josef Stalin, Uni Soviet dipimpin oleh Nikita Kruschev. Di masa ini Bung Karno sebagai presiden RI pernah diundang untuk berkunjung ke Uni Soviet sekitar era 1950-an. Sukarno pernah berkunjung dua minggu ke Soviet sekitar 1956. 

Ada cerita yang menyebut, konon Sukarno bersedia mengunjungi Soviet dengan syarat makam Imam Bukhari, perawi hadis terkenal, yang dimakamkan di Samarkand, Uzbekistan ditemukan. Bung Karno ingin sekali ke berziarah ke sana. Permintaan itu dipenuhi oleh Uni Soviet yang katanya Komunis Ateis itu. 

Makam yang semula tak pelihara itu bahkan dipugar Uni Soviet demi kedatangan Bung Karno. Bung Karno sendiri lalu dianggap sebagai orang yang berjasa dalam penemuan kembali makam Imam Bukhari itu. Lepas dari benar tidaknya cerita itu, kunjungan Bung Karno ke Uni Soviet sangat penting bagi Uni Soviet.

"Makam Imam Bukhari digunakan oleh penguasa Soviet, yang membawa para pejabat tinggi yang berkunjung ke sana, seperti Sukarno, Presiden Indonesia, pada 1950-an, dan pada 1962 Presiden Mali Modibo Keita," tulis Allen J. Frank dalam Bukhara and the Muslims of Russia Sufism, Education, and the Paradox of Islamic Prestige (2012:186).

Rusia Mendukung Kemerdekaan RI

Setidaknya sejak awal Indonesia merdeka, Rusia lebih tidak ingin Indonesia dikuasai kembali oleh Kerajaan Belanda sebagai koloni. Uni Soviet disebut dalam pelajaran sejarah Indonesia era orde baru sebagai pendukung dari Peristiwa Madiun 1948, karena Musso yang terlibat di dalamnya pernah tinggal di Rusia dan Musso dianggap pemimpin Soviet Madiun.

Peran Rusia kepada kemerdekaan Indonesia tentu saja akhirnya tidak diingat orang Indonesia yang terlanjur diajarkan bahwa komunis jahat dan negara komunis macam Soviet dianggap tidak pernah sama saja dengan kerajaan Belanda yang ingin menguasai Indonesia.

"Rusia adalah salah satu negara yang secara kuat dan terus menerus mendukung kemerdekaan Indonesia," tulis Tomi Lebang dalam Sahabat lama, Era Baru: 60 Tahun Pasang Surut Hubungan Indonesia-Rusia (2010:12). Sebagian rakyat Rusia juga mengikuti perkembangan situasi usaha kemerdekaan Indonesia

Pada periode 1945-1947, Andrew Gromyko, wakil Soviet di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah mempelopori sebuah gerakan yang mengecam rencana Kerajaan Belanda yang hendak menguasai kembali Indonesia. Negara komunis sudah seharusnya melawan penindasan ala imperialisme Belanda.

Uni Soviet yang diinduki Rusia pada 1948 secara de facto mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Pada 1950, Uni Soviet membuka hubungan diplomasi dengan Indonesia dan sebagai negara berpengaruh di PBB, Uni Soviet mendukung Indonesia masuk sebagai anggota PBB.

Rusia Bantu RI Bangun Monas dan Lainnya

Suatu kali sekitar 1955, Bung Karno dengan Perdana Menteri Rusia Nikita Kruschev bertemu. Di situ Bung Karno mengungkapkan gagasannya membangun sebuah tugu nasional. Perdebatan kecil terjadi.

"Tuan Presiden, kalau ada orang sedang telanjang, maka yang harus dilakukan adalah beli celana. Jangan sedang telanjang, yang didahulukan beli dasi," kata Kruschev, seperti dicatat Tomi Lebang (2010:15). Bung Karno tak mau kalah bicara pada Kruschev dengan mengkritik balik.

"Lha, pada waktu rakyat Soviet Uni sedang telanjang, sedang menderita, rakyat di Samar dekat Leningrad kelaparan, kok Soviet Uni mendirikan monument-monumen, kok mendirikan lambing-lambang?" jawab Bung Karno.

Setelah debat kecil itu, nyatanya pemerintah Uni Soviet bantuan dananya kepada Indonesia untuk pembangunan tugu nasional RI. Tak hanya tugu itu, Uni Soviet juga membantu pembangunan beberapa proyek lainnya. Proyek sohor yang dibantu Soviet tentu saja Stadion Senayan, yang dikenal sebagai Gelora Bung Karno (GBK).

Tak hanya dana, teknisi dari Rusia juga terlibat dalam pembangunan beberapa ruas jalan raya di Indonesia. Setidaknya di Palangkaraya di Kalimatan Tengah yang pernah akan dijadikan ibukota RI dan Proyek Jalan Kalimantan (Projakal) di Kalimantan Timur. Projakal di Kalimantan Timur tidak pernah selesai oleh Rusia karena G30S 1965 dan kemudian diteruskan kontraktor Jepang.

Rusia Bantu RI Rebut Irian Barat

Setelah Belanda enggan menyerahkan Papua, Republik Indonesia bertindak sangat keras. Perusahaan-perusahaan Belanda banyak diambilalih dan kemudian angkatan perang RI diperkuat lagi. Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) pembebasan Irian Barat didengungkan.

Setelah Amerika yang Blok Barat tak bisa diharapkan dalam mendapatkan persenjataan canggih untuk menghadapi Belanda di Papua, maka setelah Januari 1961 Blok Timur adalah tempat berpaling yang melegakan Indonesia di awal era 1960-an itu. Uni Soviet dan kolega Blok Timur lebih bisa diharapkan untuk mendapatkan senjata canggih daripada Amerika.

"Bung Karno mengutus Menteri Luar Negeri RI dr Subandrio dan Jenderal Abdul Haris Nasution ke Moscow dalam rangka pembelian senjata yang harganya mencapai US$ 250 juta," aku Maulwi Saelan dalam Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2008:292-293). Kredit itu sudah dijanjikan Kruschev setahun sebelum mengunjungi Indonesia.

Sejak awal era 1960-an, seperti dicatat Tomi Lebang (2010:131), Uni Soviet memberi bantuan militer kepada Indonesia senilai $600 juta dalam bentuk kapal penjelajah, destroyer, kapal selam, tank amfibi, dan pesawat tempur MiG. Bantuan militer itu membuat armada udara dan laut Ri menjadi kuat. 

Letnan Jenderal Ali Sadikin pernah mengatakan Angkatan Laut Indonesia dulu adalah yang terkuat kedua setelah Republik Rakyat Cina (RRC) di kawasan Asia.

Bernard Kent Sondakh dan kawan-kawan dalam Laksamana Kent Menjaga Laut Indonesia (2014:38), Indonesia memiliki 12 fregat, 12 kapal selam, 22 kapal cepat bertorpedo dan berpeluru kendali, 4 kapal penyapu ranjau, dan KRI Irian. KRI Irian adalah kapal raksasa kelas Sverdlov berbobot 16.640 ton yang dilengkapi 12 meriam besar kaliber 6 inci.

Di jajaran armada udara Ri kala itu memiliki 20 Pesawat Pemburu Supersonic MiG-21, 30 Pesawat MiG 15, 49 pesawat MiG 17, 10 Pesawat Supersonic MiG-19, juga 26 pesawat pembom jarak jauh Tu-16 Tupolev. Total bantuan Soviet setidaknya mencapai US$ 2,5 miliar.

"Kapal penjelajah KRI Irian 201, belasan unit kapal selam wiskey class bersenjatakan torpedo dan rudal, serta pembom jarak jauh Tu-16KS badger dengan rudal AS-1 Kennel potensial menenggelamkan HNLMS Karel Doorman (milik Belanda)," tulis Achmad Taufiqoerachman dalam Kepemimpinan Maritim (2019:258).

Perang Indonesia Belanda tak meletus di Papua. Peralatan bantuan Rusia itu tak dipakai untuk melawan Belanda akhirnya. Namun, setelah Belanda angkat kaki dari Papua, Indonesia menjadi negara yang ditakuti di Asia Tenggara. KRI Irian baru hilang dari peredaran sekitar 1970-an, setelah RI tak dekat lagi dengan Rusia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 


(pmt/pmt)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri, Ada Lubang Besar Misterius Muncul di Rusia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular