
Batu Bara to The Moon, Produsen Ancang-Ancang Genjot Produksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kian tak terbendung seiring dengan memanasnya kondisi geopolitik internasional, terutama sejak Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.
Mengawali bulan Maret 2022 ini, harga batu bara bahkan melesat hingga menyentuh US$ 446 per ton pada penutupan perdagangan Rabu, 2 Maret 2022. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan Oktober 2021 lalu yang berada di kisaran US$ 280 per ton, bahkan tak tanggung-tanggung ini merupakan harga tertinggi sepanjang masa.
Meski pada penutupan perdagangan di pasar ICE Newcastle (Australia) kemarin, Kamis (03/03/2022), harga batu bara ambles 19,63%, namun bisa dikatakan masih berada pada tingkat yang masih tinggi, yakni US$ 358,45 per ton.
Kian melesatnya harga batu bara tak menutup kemungkinan bila produsen batu bara di Tanah Air bersiap-siap untuk meningkatkan produksi lebih tinggi dibandingkan target awal.
Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), mengatakan produsen batu bara memungkinkan untuk merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun ini. Namun, pengajuan revisi peningkatan produksi ini baru bisa diajukan pada awal kuartal II.
Setelah itu, pengajuan revisi itu tetap harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Revisi RKAB itu memang dimungkinkan, tetap memerlukan persetujuan dari pemerintah. Revisi RKAB baru bisa diajukan di awal kuartal 2," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (04/03/2022).
Adapun persetujuan dari pemerintah terkait revisi rencana produksi batu bara tahun ini menurutnya biasanya dikeluarkan pada pertengahan tahun pada sekitar bulan Juli atau Agustus.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan produksi batu bara nasional pada 2022 ini mencapai 663 juta ton, naik 8% dibandingkan realisasi produksi pada 2021 yang mencapai 614 juta ton.
Lantas, apakah dengan harga batu bara yang terus melesat saat ini justru bisa membuat produksi batu bara nasional bahkan melampaui target tersebut?
Hendra mengatakan, masih terlalu dini untuk memprediksi hal tersebut karena baru berjalan dua bulan, ditambah dengan adanya penghentian ekspor batu bara nasional pada Januari 2022 lalu. Selain itu, faktor cuaca juga masih menjadi kendala produksi pada awal tahun.
"Masih terlalu dini sih, baru dua bulan berjalan untuk memprediksi, apalagi satu bulan ekspor terhenti," ujarnya.
Sementara itu, Dileep Srivastava, Direktur PT Bumi Resources Tbk (BUMI), menuturkan sejauh ini perusahaan masih menargetkan produksi batu bara di kisaran 85 juta - 90 juta ton, lebih tinggi dari produksi pada 2021 sekitar 78 juta - 80 juta ton.
"Sejauh ini pedoman BUMI terhadap produksi masih belum berubah, masih di antara 85 juta - 90 juta ton vs 78 juta - 80 juta ton di full year 2021," ungkapnya.
Namun demikian, pihaknya pun akan memaksimalkan produksi sebanyak yang mereka mampu lakukan.
"Objektif kami untuk memaksimalkan output sebanyak mungkin yang kami bisa," ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya mengaku masih akan memprioritaskan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO).
"Prioritas kami mengutamakan penjualan domestik terlebih dahulu di atas ekspor," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 40% Perusahaan Batu Bara Belum Disetujui Rencana Kerjanya, Kok Bisa?