Internasional

Nuklir Rusia Berstatus Siaga Tinggi, Putin Mau Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 04/03/2022 09:31 WIB
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin menepuk kuda selama perjalanannya di Ubsunur Hollow di wilayah Siberia Tyva di perbatasan dengan Mongolia, Rusia , September 20120. (AP Photo/Alexei Druzhinin, Pool)

Jakarta,CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin disebut Presiden Prancis Emmanuel Macron memberi sinyal akan terus melanjutkan serangan ke Ukraina. Ini diutarakannya setelah komunikasi via telepon terjadi, Kamis (3/3/2022) waktu setempat.

"Saya berbicara dengan Presiden Putin pagi ini. Dia menolak untuk menghentikan serangannya ke Ukraina pada saat ini," ujarnya dikutip CNBC Indonesia dari Twitter, Jumat (4/3/2022).


Meski demikian Macron berujar sangat penting untuk menjaga dialog guna menghindari tragedi kemanusiaan. Karenanya, pihaknya akan terus melanjutkan upaya dan kontak dengen Putin.

"Kita harus menghindari yang terburuk," cuitnya lagi.

"Mempertahankan dialog untuk melindungi rakyat, bisa mendapatkan langkah-langkah menghindari tragedi kemanusiaan, mengakhiri perang ini. ini adalah tujuan dari komitmen bersama Presiden (Ukraina) Zelensky dan masyarakat internasional." tulisnya lagi.

Langkah Macron bukan tanpa sebab. Awal pekan ini, Putin meminta agar pasukan bersenjatanya menyiagakan senjata nuklir dalam mode perang.

Hal ini dilakukan untuk setelah negara-negara Barat menjatuhkan deretan sanksi ke negara itu atas serangan ke Ukraina. Ia berujar Barat tak bersahabat.

"Saya memerintahkan menteri pertahanan dan kepala staf umum angkatan bersenjata Rusia untuk menempatkan pasukan pencegahan tentara Rusia ke dalam mode layanan tempur khusus," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi.

Rusia sendiri merupakan salah satu kekuatan nuklir terbesar di dunia. Negeri Beruang Putih itu diketahui memiliki 6.257 armada nuklir.

Ini termasuk 527 rudal balistik antarbenua (ICBM). Lalu rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam, dan pembom strategis. 

Meski begitu, dalam angka terbaru yang dirilis Moskow dalam perjanjian pengurangan nuklir New START dengan Amerika Serikat (AS), Rusia menyebut memiliki 1.458 hulu ledak nuklir. Ini dikerahkan pada rudal balistik antarbenua, rudal balistik yang diluncurkan kapal selam, dan pembom strategis.

Dalam doktrin nuklir Rusia, yang disetujui oleh Putin sendiri baru-baru ini pada tahun 2020, negara itu berjanji hanya akan menggunakan serangan nuklir dalam satu dari empat kasus. Yakni ketika rudal balistik ditembakkan ke Rusia atau wilayah sekutu, ketika musuh menggunakan senjata nuklir, sebagai tanggapan terhadap serangan situs senjata nuklir Rusia, atau sebagai tanggapan atas serangan yang mengancam keberadaan negara Rusia.

Meski demikian, sebenarnya sejumlah analis menilai tak satupun alasan penggunaan nuklir bisa dilakukan di kasus perang melawan Ukraina. Seorang pejabat senior Departemen Pertahanan AS mengatakan Putin tak perlu melakukan itu. 

Tetapi belum ada pemahaman yang jelas tentang arti sebenarnya dari pernyataan Putin secara praktis untuk strategi militer Rusia ke depan. "Masih belum jelas apa yang dimaksud dengan peningkatan kewaspadaan," Hans Kristensen, direktur proyek informasi nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika.

"Ada spekulasi bahwa itu mungkin melibatkan peningkatan kesiapan sistem komando dan kontrol nuklir agar lebih siap mengirimkan perintah peluncuran. Ada juga beberapa laporan tentang peningkatan aktivitas kapal selam rudal, tetapi tidak jelas apakah itu benar. luar biasa."


(tps)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Temui Putin, Perkuat Kerja Sama Rusia-Indonesia