
Harga Jagung-Gandum Dunia Kian Mahal, Peternak Perlu Waspada?

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia boleh saja terbebas dari impor jagung untuk pakan ternak. Akan tetapi, lonjakan harga jagung akibat perang antara Rusia dan Ukraina tetap memukul karena impor tepung jagung masih sangat tinggi. Demikian juga dengan gandum.
Perang antara Ukraina dan Rusia telah memicu lompatan berbagai harga komoditas, mulai dari energi, logam, hingga pertanian. Sebagai produsen utama batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), Indonesia tentu mendapatkan berkah di balik musibah itu.
Namun, sebagai negara pengimpor berbagai komoditas pertanian penting yang menjadi bahan baku pangan, Indonesia pun tidak kebal oleh efek perang tersebut terhadap lonjakan harga-harga komoditas pangan di luar CPO.
Dua di antaranya adalah harga gandum dan jagung yang mencatat rekor harga tertinggi. Gandum berjangka yang diperdagangkan di bursa komoditas Chicago telah melonjak 21,9% sejak awal tahun ini, sementara harga kontrak berjangka jagung melonjak 11,42%.
Pada Rabu (2/3/2022) pukul 12:50 WIB, harga jagung tercatat di US$ 747/bushel, menjadi rekor tertingginya sejak Mei 2021. Adapun harga gandum tercatat US$ 1.003/basel, tertinggi sejak Maret 2008.
"Kenaikan harga pangan hanya akan diperburuk dengan kejutan harga tambahan, terutama jika area pertanian inti di Ukraina direbut oleh loyalis Rusia," kata Per Hong seorang partner senior di perusahaan konsultan Kearney, seperti dikutip Refinitiv.
Pasalnya, Rusia dan Ukraina merupakan pengekspor utama gandum dunia. Kedua negara ini menyumbang nyaris 30% dari gandum yang beredar di pasar dunia. Perang yang berkecamuk di wilayah tersebut pun mengganggu distribusi komoditas tersebut.
Ukraina juga merupakan penghasil utama jagung dunia, dengan mengekspor 80% produksi mereka dengan volume ekspor mencapai 30,9 juta ton, atau menjadi yang terbesar keempat dunia (setelah Brasil, Argentina, dan Amerika Serikat/AS) dengan porsi sebesar 15%.
Saat ini, Indonesia merupakan importir utama gandum menyusul tingginya tingkat konsumsi tepung terigu, yang juga menjadi bahan baku mi instan. Namun untungnya, mayoritas gandum nasional saat ini dipasok Australia.
Hanya saja, ketika pasokan dunia terganggu akibat perang Ukraina dan Rusia, maka harga gandum Australia bakal kian mahal. Indonesia bakal tersandera karena saat ini Bumi Pertiwi belum menghasilkan gandum dari dalam negeri.
Indonesia sampai sekarang bersikukuh tidak mengimpor jagung pipilan untuk pakan ternak. Per 2021, Indonesia membutuhkan jagung untuk pakan sebanyak 10,76 juta ton yang terdiri dari industri pakan unggas (7,04 juta ton) dan peternak unggas mandiri (3,71 juta ton).
Dari sisi pasokan, Kementerian Pertanian memperkirakan produksi jagung nasional (dengan kadar air 14%) pada 2021 mencapai 15,79 juta ton. Angka itu masih lebih tinggi dari kebutuhan jagung setahun untuk pakan, konsumsi dan industri pangan yang totalnya 14,37 juta ton.
Dengan menambahkan stok akhir Desember 2020 (carry over) sebesar 1,43 juta ton, pemerintah tahun lalu menargetkan stok jagung sebanyak 2,85 juta ton. Stok tersebut tentu akan sangat membantu peternak menghadapi gejolak harga jagung dunia akibat perang Ukraina.
Namun jika pakan ternak aman, efek buruk kenaikan harga jagung dunia masih bisa memukul Indonesia dari sisi lonjakan harga olahan jagung. Selain mengekspor jagung pipilan, Ukraina juga mengekspor produk jagung dalam bentuk tepung (maizena).
Berbeda dari jagung pipilan yang mayoritas diimpor ke Indonesia untuk bahan baku pakan ternak, tepung maizena merupakan bahan baku industri makanan. Gangguan pasokan keduanya yang berujung pada lonjakan harga akan memicu gonjang-ganjing di industri makanan.
Sebab, pasokan tepung maizena di dunia berpeluang kian langka, sementara berbeda dari jagung pipilan untuk pakan ternak, Indonesia belum sepenuhnya berdikari untuk urusan ini dengan impor mencapai 1 juta ton lebih tepung maizena pada tahun lalu.
Belum lagi jika bicara tepung terigu (gandum). Dalam laporan riset terbarunya, PT Bahana Sekuritas menyebutkan bahwa Indonesia memiliki hubungan dagang yang cukup besar dengan Rusia dan Ukraina, karena Indonesia merupakan importir utama dan terbesar bahan baku mie ini.
Mengacu pada data trademap.org, perusahaan sekuritas tersebut menyebutkan volume impor gandum dan meslin nasional selalu di atas 10 juta ton dalam kurun 2016 hingga 2020. Dari angka tersebut, sepertiga di antaranya berasal dari Ukraina.
Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro, Rami Ramdana, dan Drewya Cinantyan menyebutkan nilai impor gandum Indonesia dari Ukraina pada 2021 mencapai US$946 juta, menjadi yang terbesar dari total impor komoditas HS10 yang mencapai US$3 miliar.
Mereka pun mengingatkan masyarakat untuk tidak kaget melihat produk makanan mereka volumenya menyusut, atau harganya meningkat ke depannya. HS10 merupakan kode perdagangan internasional untuk komoditas sereal, yang di antaranya meliputi gandum, jagung, beras, biji-bijian, dan sereal lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Cuma Beras, BPS Ungkap Impor Pangan Ini Ikut Naik