Minyak Tembus US$ 110, Ini Ancaman Ngeri buat BBM-Listrik RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia terus meroket, kini bahkan telah menyentuh di atas US$ 110 per barel. Sejumlah ancaman dari kenaikan harga minyak ini akan terus membayangi perekonomian apabila pemerintah tidak mengantisipasinya dengan cermat.
Perlu diketahui, pada Rabu siang (2/3/2022) pukul 11:48 WIB, harga minyak jenis Brent bahkan telah berada di US$ 110,16 per barel, melonjak 4,94% dan menjadi rekor tertinggi sejak Juli 2014.
Sementara yang jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya US$ 108,61 per barel, melesat 5,03% dan merupakan yang termahal sejak April 2011.
Perkembangan konflik di Ukraina masih menjadi latar belakang kenaikan harga si emas hitam. Rusia memperingatkan warga ibu kota Ukraina, Kyiv, untuk meninggalkan rumah dan menuju ke lokasi pengungsian. Sebab, negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu akan segera menyerang Kyiv, yang pada masa Uni Soviet disebut Kiev.
Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, lonjakan harga minyak dunia ini akan sangat merugikan Indonesia, terutama akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sebagai negara net importer, Indonesia sangat dirugikan dengan kenaikan harga minyak yang mencapai US$ 110 per barel, yang akan memberatkan APBN," ungkap Fahmy kepada CNBC Indonesia, Rabu (02/03/2022).
Fahmy memandang, untuk mengantisipasi ancaman ini, pemerintah perlu berkoordinasi dengan otoritas terkait guna mempertimbangkan menaikkan harga BBM secara selektif.
"Yakni harga Pertamax (bensin RON 92) ke atas. Jangan menaikkan harga Pertalite dan hapus BBM Premium," tuturnya lagi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
Fabby menjelaskan, dengan kenaikan harga minyak dunia ini, maka biaya pengadaan bahan bakar minyak (BBM) akan meningkat, demikian juga keekonomian BBM akan naik.
Implikasinya adalah penyediaan BBM harus menyesuaikan harga BBM di dalam negeri.
"Dampak dari kenaikan harga energi adalah inflasi yang juga bisa naik. Selain itu, akan ada dampak pada kenaikan beban subsidi jika harga BBM subsidi tidak disesuaikan," jelas Fabby kepada CNBC Indonesia.
Selain itu, dengan kenaikan harga BBM, biaya produksi listrik PT PLN (Persero) yang menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menurutnya juga akan mengalami kenaikan.
"Ini akan memberikan tekanan finansial kepada PLN jika tarif adjustment (non subsidi) tidak dilakukan," ujar Fabby.
Menurut Fabby, dalam jangka pendek, perlu ada pengendalian konsumsi. Pemerintah disarankan untuk mengimbau agar masyarakat berhemat menggunakan BBM.
"Kenaikan harga BBM sebenarnya bisa membuat penggunaan BBM lebih rasional tapi ada implikasi inflasi. Lalu dalam hal pengadaan, Pertamina perlu mengamankan kebutuhan minyak mentah dan BBM dari produsen sehingga risiko kenaikan harga bisa dikurangi," jelas Fabby.
Perlu diketahui, terjadinya serangan Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu juga turut mendongkrak kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata pada Februari 2022.
ICP pada Februari 2022 naik menjadi US$ 95,72 per barel, naik sebesar US$ 9,83 dari US$ 85,89 per barel pada Januari 2022. Adapun asumsi ICP pada APBN 2022 telah ditetapkan sebesar US$ 63 per barel. Artinya, ICP pada Februari 2022 juga sudah melampaui asumsi ICP dalam APBN tahun ini.
"Harga rata-rata minyak mentah Indonesia untuk bulan Februari 2022 ditetapkan sebesar US$ 95,72 per barel," demikian bunyi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18.K/MG.03/DJM/2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Februari 2022, yang ditetapkan tanggal 1 Maret 2022, dikutip dari keterangan resmi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, Rabu (02/03/2022).
Dikutip dari Executive Summary Tim Harga Minyak Mentah Indonesia, peningkatan harga minyak mentah utama juga dipengaruhi permintaan minyak dunia.
(wia)