Februari Deflasi, NTP dan Biaya Usaha Petani Naik

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
02 March 2022 08:25
Buruh tani padi memanen padi diKawasan persawahan Primeter Selatan, Tangerang, Banten, Kamis (1/3/2018). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 5.207,00 per Kg atau turun 3,84 persen dan di tingkat penggilingan Rp 5.305,00 per Kg di Februari 2018. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kenaikan nilai tukar petani (NTP) di bulan Februari 2022. Hanya saja, tidak disertai naiknya nilai tukar usaha petani (NTUP). Selain itu, NTPĀ tanaman pangan juga tercatat turun. Penurunan ini diharapkan jadi alarm bagi pemerintah.

Data BPS menunjukkan, NTP bulan Februari 2022 naik 0,15% menjadi 108,83 dibandingkan Januari 2022 yang sebesar 108,67.

Pertumbuhan dipicu indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan indeks biaya harus dibayar petani. Termasuk di dalamnya biaya untuk konsumsi. Naiknya indeks harga diterima hingga 0,26% ditopang kelapa sawit, cabai merah, bawang merah, dan karet. Sedangkan, indeks harga dibayar hanya naik 0,11%.

Hanya saja, NTP subsektor tanaman pangan justru turun 0,43% menjadi 100,43 dari posisi Januari 2022 yang mencapai 100,86. NTP yang masih di atas 100 menunjukkan, petani masih bisa menikmati keuntungan.

Di sisi lain, NTUP bulan Februari 2022 justru terkoreksi 0,12% menjadi 108,53 dari posisi Januari 2022 di level 108,65. Artinya, naiknya indeks biaya yang harus dibayarkan petani untuk produksi dan penambahan barang modal lebih tinggi dari indeks harga diterima petani. Yakni, naik 0,38% dibandingkan 0,26%.

NTUP subsektor tanaman pangan tercatat anjlok hingga 0,72% menjadi 100,17 di Februari 2022 dibandingkan Januari 2022 di level 100,90.

Pada saat bersamaan, petani menghadapi lonjakan biaya produksi akibat naiknya harga pupuk nonsubsidi.

Petani Tangerang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)Foto: Petani Tangerang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Petani Tangerang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Guru Besar IPB Dwi Andreas Santosa mengatakan, NTP bulan Februari biasanya memang naik. Namun tidak berlangsung lama karena NTP akan kembali melandai di bulan berikutnya.

"Wajar kalau NTP naik di bulan Februari karena belum produksi sehingga harga naik. Tapi, harus diteliti lagi, apakah NTP tanaman pangan turun? Kalau turun, pemerintah harus waspada. Karena indikator untung rugi ini tidak bisa mengukur kesejahteraan petani. Ada banyak faktor berpengaruh. Apalagi, jika harga naik, yang menikmati manfaatnya kan bukan petani," kata Dwi Andreas kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/3/2022).

Pemerintah, lanjut dia, harusnya sudah mendapat alarm dengan tren pelemahan harga beras yang berlangsung sejak September 2019. Terutama, kata dia, memasuki musim panen harga akan anjlok.

"Ini memerlukan perhatian. Karena tanaman pangan ini paling besar. Kalau kebijakan pemerintah masih terus sama, mengutamakan konsumen, minat bertani akan semakin turun. Akibatnya, konversi lahan pertanian jadi non-pertanian akan semakin naik. Indikasi peralihan kepemilikan lahan yang berujung pada konversi tanah pertanian terbukti nyata," kata dia.

Untuk itu, ujarnya, pemerintah harus segera memperbaiki kebijakan harga di tingkat usaha petani.

"Jika tidak, ketergantungan impor pangan akan semakin besar," ujar Dwi Santosa.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Selamat! Petani di 19 Daerah Ini Mulai Makmur

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular