
Siap-siap Pak Jokowi! Biaya Penyediaan & Subsidi Energi Jebol

Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi geopolitik dan keamanan di Ukraina dan Rusia berimbas terhadap harga minyak dunia. Harga minyak dunia kini telah menyentuh level US$ 100 per barel. Melonjaknya harga dunia dikhawatirkan akan membuat beban APBN, terutama subsidi energi membengkak.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia tentu akan memukul keuangan negara. Mengingat Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan atau defisit dalam memproduksi minyak dan gas bumi.
Berdasarkan data yang dihimpun SKK Migas, saat ini produksi minyak mentah di Indonesia hanya mampu mencapai 700.000 barel per hari (bph). Sementara konsumsinya mencapai 1,4 juta bph hingga 1,5 juta bph. Artinya, Indonesia masih akan mengalami defisit minyak 500.000 barel, sehingga harus mengimpor dari negara lain.
"Karena kita defisit untuk produksi migas, maka kenaikan harga ini akan memukul keuangan negara. Pemerintah saat ini lagi memacu investasi di sektor migas di saat harga tinggi," jelas Satya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/2/2022).
Satya berharap, kenaikan harga minyak tidak berlanjut tinggi, karena akan mempengaruhi ketahanan energi.
Senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Fabby menjelaskan, saat ini belum terlihat dampak kenaikan harga minyak pada impor.
Pasalnya, saat ini, kata Fabby sudah diantisipasi oleh PT Pertamina (Persero) dan penyedia BBM di Indonesia melalui kontrak impor BBM jangka panjang dan pembelian BBM di pasar spot.
"Saya menilai kondisi pasokan BBM dalam negeri masih aman karena Pertamina masih bisa ekspor minyak mentah dari blok Pangkah ke Thailand," jelas Fabby kepada CNBC Indonesia.
Kendati demikian, menurut Fabby, pemerintah harus terus memantau ketersediaan stok bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dan mengambil langkah-langkah pengamanan pasokan.
Pemerintah juga perlu untuk mengendalikan konsumsi dengan memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melakukan penghematan BBM dan LPG.
"Kita lihat subsidi BBM dan LPG lebih besar dari yang direncanakan. Ini karena harga minyak global dari akhir Desember 2021 sampai akhir Januari 2022 sudah naik 15%," jelas Fabby.
Sejauh ini, dampak harga minyak berimbas pada biaya penyediaan energi yang menyebabkan lonjakan beban subsidi BBM dan LPG 3 kg.
Realisasi subsidi energi pada Januari 2022 sebesar Rp 10,2 triliun atau naik 347,2% secara tahunan (year on year/yoy) dari realisasi subsidi pada Januari 2021 yang sebesar Rp 2,3 triliun.
Lonjakan subsidi tersebut, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani tak lepas dari kenaikan harga energi yang signifikan pada periode tersebut dan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Belum Akan Dihapus, Betapa Susahnya Lenyapkan Premium di RI?
