Energy Outlook 2022

Siap-Siap Menyambut Rekor Harga Minyak Dunia di US$ 150/Ton

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
24 February 2022 08:20
Negara dengan simpanan minyak terbanyak di dunia (Edward Ricardo)
Foto: Negara dengan simpanan minyak terbanyak di dunia (Edward Ricardo)

Kesenjangan antara produksi lapangan dan target yang dipatok aliansi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC+) menjadi faktor kedua yang mendongkrak harga minyak mentah.

Ketimpangan suplai dan permintaan minyak ini diprediksi memburuk karena beberapa anggota OPEC+ masih berkutat dengan persoalan di lini produksi, sehingga memperburuk situasi ketat di pasar. IEA mengatakan kesenjangan antara target dan produksi pada Januari telah melebar menjadi 900.000 bph.

Artinya, OPEC+ berulang kali gagal menaikkan target produksi. Ini akan membuat pasokan minyak tetap tertinggal sementara permintaan melonjak. Dus, harga minyak dunia pun berpeluang meninggi.

Sementara itu, stok minyak dari negara maju-yang menjadi anggota Organisasi Kerja-Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD)-anjlok hingga 60 juta barel pada Desember, menjadi 255 juta barel.

Jumlah ini berada di bawah rata-rata 5 tahun dan berada pada level terendahnya dalam 7 tahun. Selama 12 bulan terakhir, stok industri telah turun 355 juta barel meskipun mereka telah mengambil lebih dari 50 juta barel minyak dari cadangan pemerintah.

Sentimen ketiga muncul dari ketegangan perang di Eropa Timur karena pasar mengkhawatirkan potensi gangguan pasokan akibat konflik di Ukraina, di mana Rusia memproduksi sekitar 10 juta barel minyak per hari.

Tidak heran, Morgan Stanley memperkirakan harga minyak bisa menyentuh kisaran US$ 90/barel pada kuartal III-2022. Stok yang terus menipis dan terbatasnya investasi migas baru akan membuat pasokan menjadi terbatas sehingga mengerek harga.

Economist Intelligence Unit (EIU) memperkirakan minyak pasti bisa reli di atas US$100 per barel, terutama jika pasokan OPEC+ terus tertinggal dari target mereka, sementara produsen Amerika Serikat (AS) gagal merespons dan krisis Ukraina-Rusia memburuk.

Sementara itu, JPMorgan lebih berani dengan perkiraan harga minyak bisa menyentuh US$ 125/barel tahun ini. Pada 2023, harga diperkirakan bisa lanjut menguat, mencapai US$ 150/barel atau tertinggi sepanjang masa, menggeser rekor sebelumnya di US$ 147,27/barel pada Juli 2008.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular