Ini Biang Kerok Harga Sapi Nanjak, Padahal Lebaran Masih Lama

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Rabu, 23/02/2022 20:10 WIB
Foto: Penjual daging sapi di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (23/2/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga daging sapi belakangan ini dipicu dari masalah di negara pemasok Australia. Setiap tahun, Indonesia mengimpor jutaan ton sapi dari negiri Kanguru tersebut. Masalah di Austalia ini dipicu dari produksi sapi di negara itu sedang tidak baik.

"Suplai Australia Selatan untuk daging segar, namun dari Australia bagian utara untuk sapi langsung, jadi ada dua bagian. Tapi itu produksi terganggu karena bencana seperti kondisi kebakaran hutan dan bencana lainnya," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/2/22).

Kondisi itu menyulitkan suplai untuk Indonesia. Ketergantungan Indonesia terhadap daging sapi Australia sangat besar. Upaya untuk mendatangkan sapi lain sudah mulai dilakukan, namun itu belum maksimal.


Pedagang juga mengusulkan agar pemerintah untuk mengambil langkah cepat, termasuk dengan membuka jalur perdagangan dari negara selain Australia. Selama ini, RI sangat bergantung pada negeri Kanguru tersebut.

"Kita bisa coba negara lain seperti Meksiko, Chili atau India. Jadi jangan hanya bergantung pada Australia saja," sebut Suhandri.

Persoalan harga daging ini membuat pedagang gerah. Kalangan pedagang daging kompak untuk mengadakan aksi mogok berjualan selama 5 hari pada pekan depan, yakni mulai 28 Februari hingga 4 Maret 2022. Hal ini sebagai langkah terakhir melihat harga daging sapi yang terus mengalami kenaikan sejak akhir tahun lalu.

"Selama ini pedagang terus mengalami kerugian, modal HPP teman-teman sudah Rp 127.500/Kg, sementara dijual Rp 130.000 orang pergi, tidak mau beli. Akhirnya dijual lebih rendah jadi kita rugi terus," kata Ketua Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI), Asnawi kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/2/22).


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif AS 19%, Produk Ekspor RI Dinilai Masih Kompetitif