Internasional

Mengenal Pemberontak Pro Rusia di Ukraina yang Didukung Putin

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 February 2022 18:25
Warga di Donetsk dan Luhansk berarak di jalanan untuk merayakan pengakuan Rusia atas kemerdekaan wilayah yang dikuasai separatis di timur Ukraina tersebut pada Senin (21/2). (AP Photo/Alexei Alexandrov)
Foto: Warga di Donetsk dan Luhansk berarak di jalanan untuk merayakan pengakuan Rusia atas kemerdekaan wilayah yang dikuasai separatis di timur Ukraina tersebut pada Senin (21/2). (AP Photo/Alexei Alexandrov)

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik Rusia dan Ukraina, yang melibatkan Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) kian memanas. Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah di timur Ukraina, yakni Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR), setelah menandatangani sebuah dekrit, Senin (21/2/2022).

Terbaru, Putin dikatakan telah mengirimkan pasukan ke wilayah itu dengan dalih "menjaga keamanan". Outlet media Rusia RTVI, tulis CNN International, memosting video konvoi militer yang bergerak melalui jalan-jalan kota Donetsk, Senin malam waktu setempat.

 

Langkah yang diambil Putin membuat gejolak di timur Ukraina, yang banyak ditempati oleh kelompok separatis yang didukung Rusia. Di sana, pasukan Ukraina masih berkonflik selama delapan tahun dengan kelompok pemberontak ini, bahkan telah menewaskan 14.000 nyawa.

Rusia memang sudah sejak lama mendukung pemisahan diri dua wilayah tersebut dari negara tetangganya. Mengapa?

Mengutip Reuters, ini muncul ketika presiden Ukraina saat itu, Viktor Yanukovych, yang pro Rusia, digulingkan dari jabatannya oleh protes massal pada Februari 2014. Rusia kemudian meresponsnya dengan mencaplok Semenanjung Krimea, dari Ukraina.

Pada April 2014, pemberontak yang didukung Rusia merebut gedung-gedung pemerintah di wilayah Donetsk dan Luhansk. Mereka kemudian memproklamirkan pembentukan "republik rakyat" dan memerangi pasukan Ukraina dan batalyon sukarelawan.

Bulan berikutnya, wilayah separatis mengadakan pemungutan suara untuk mendeklarasikan kemerdekaan dan mengajukan tawaran untuk menjadi bagian dari Rusia. Moskow belum menerima mosi tersebut, hanya menggunakan wilayah tersebut sebagai alat untuk menjaga Ukraina tetap di orbitnya dan mencegahnya bergabung dengan NATO.

Ukraina dan Barat menuduh Rusia mendukung pemberontak dengan pasukan dan senjata. Moskow membantahnya, mengatakan bahwa setiap orang Rusia yang bertempur di sana adalah sukarelawan.

Di tengah pertempuran sengit yang melibatkan tank, artileri berat dan pesawat tempur, Malaysia Airlines Penerbangan 17 ditembak jatuh di Ukraina timur pada 17 Juli 2014. Kejadian itu menewaskan 298 orang di dalamnya.

Penyelidikan internasional menyimpulkan bahwa pesawat penumpang itu jatuh oleh rudal yang dipasok Rusia dari wilayah yang dikuasai pemberontak di Ukraina. Namun lagi-lagi Moskow masih membantah terlibat.


Halaman 2>>

Setelah kekalahan besar-besaran pasukan Ukraina pada Agustus 2014, utusan dari Kyiv, pemberontak dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) menandatangani gencatan senjata di ibu kota Belarusia, Minsk. Ini terjadi pada September 2014.

Dokumen tersebut menggambarkan gencatan senjata yang diamati OSCE sebagai penarikan mundur semua pejuang asing, pertukaran tawanan dan sandera, amnesti bagi pemberontak dan janji bahwa wilayah separatis dapat memiliki tingkat pemerintahan sendiri.

Kesepakatan itu dengan cepat runtuh dan pertempuran skala besar dilanjutkan, yang menyebabkan kekalahan besar lainnya bagi pasukan Ukraina di Debaltseve pada Januari-Februari 2015.

Prancis dan Jerman menengahi perjanjian damai lainnya, yang ditandatangani di Minsk pada Februari 2015 oleh perwakilan Ukraina, Rusia, dan pemberontak.

Kesepakatan damai 2015 adalah kudeta diplomatik besar bagi Kremlin, yang mewajibkan Ukraina untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah separatis, yang memungkinkan mereka untuk membentuk kepolisian mereka sendiri dan memiliki suara dalam menunjuk jaksa dan hakim lokal.

Banyak orang Ukraina melihatnya sebagai pengkhianatan terhadap kepentingan nasional dan implementasinya terhenti. Dokumen Minsk membantu mengakhiri pertempuran skala penuh, tetapi situasinya tetap tegang dan pertempuran biasa terus berlanjut.

Di tengah meningkatnya ketegangan atas konsentrasi pasukan Rusia di dekat Ukraina, Prancis dan Jerman memulai upaya baru untuk mendorong kepatuhan terhadap kesepakatan 2015. Mereka berharap dapat membantu meredakan kebuntuan saat.

Para pejabat Ukraina telah memperkuat kritik mereka terhadap kesepakatan Minsk, memperingatkan bahwa itu dapat menyebabkan kehancuran negara itu. Namun dua putaran pembicaraan di Paris dan Berlin antara utusan kepresidenan dari Rusia, Ukraina, Prancis dan Jerman tidak membuahkan hasil.

Pada akhirnya Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lugansk. Langkah tersebut menyusul beberapa hari penembakan yang meletus di sepanjang jalur panas itu.

Ukraina dan Barat menuduh Moskow mengobarkan ketegangan untuk menciptakan dalih untuk invasi. Sebaliknya, Rusia menuduh Ukraina mencoba merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak dengan paksa, klaim yang ditolak keras oleh Kiev.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular