
Efek Ternak Babi di China, Pengrajin Tahu Tempe RI Merana!
Pengrajin tahu tempe mogok akibat harga kedelai menembus Rp 11.500/kg, salah satunya pemicu lonjakan permintaan dari China yang tinggi.

Pekerja membersihkan alat pembuatan tahu di tempat kerjanya ketika melakukan mogok produksi di pabrik tahu di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (21/2/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Aksi mogok produksi tersebut dilakukan sebagai respon terhadap harga kedelai yang terus merangkak naik. Saat mogok produksi ini dimanfaatkan oleh sejumlah pekerja untuk membersihkan sebagain alat kerjanya. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Para perajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok produksi mulai Senin 21 Februari hingga Rabu 23 Februari 2022. Anto salah satu pekerja mengatakan mogok tersebut sebagai aksi solidaritas para perajin tempe dan tahu karena mahalnya harga kedelai "Mogok karena harga kacang naik terus, beberapa bulan lalu 114 ribu sekarang 147 ribu per sepuluh kilonya," kata Anto. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Anto bercerita ketika mogok ini para pekerja tak mendapatkan pengasilan "Kalo mogok gini kita ga ada penghasilan, nganggur, makan tidur makan tidur doang, ada juga yang pulang," tambah Anto. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Ia bercerita sebelumnya ada isu untuk mogok seminggu namun banyak yang tidak setuju "Tadinya mau seminggu tapi pada ga setuju karena ga ada pendapatan lain," ujar Anto. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Untuk menanggapi harga kedelai yang mahal para pengrajin menyiasati dengan memperkecil ukuran tahu "Karena harga kedelai mahal ukuran tahu dikecilin, dipertipis karena susah kalo dinaikin susah dijual ke pasar, apalagi tukang goreng," tutup Anto. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Reformasi peternakan babi di China ternyata berdampak luas. Setidaknya, begitu penjelasan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait masih terus tingginya harga kedelai. Indonesia yang bergantung 80-90% pasokan kedelai impor, tentu saja terkena imbasnya langsung. Terutama, perajin tahu dan tempe di Tanah Air, yang membutuhkan sekitar 3 juta ton kedelai setiap tahunnya. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Harga kedelai dunia mengalami lonjakan. Situasi ini tentu akan berdampak besar bagi industri tempe dan tahu domestik yang didominasi skala rumah tangga. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan memperkirakan, pada tahun lalu pihak memperkirakan produksi kedelai di Argentina dan Brasil akan meningkat. Namun, proyeksi itu diperkirakan akan meleset. "Nah begitu reformasi peternakan babi dibikin, SOP yang bagus maka butuh kedelai banyak untuk pakan babi. Sehingga, China ini memborong kedelainya," kata Oke Nurwan.
"China beralih ke Amerika diborong. Kedelai kita itu untuk tahu tempe biasanya dari Amerika. Karena diborong harga melonjak, ditambah pandemi," ujarnya.
(CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Merujuk pada situs tradingeconomics, harga kedelai berfluktuasi di rentang US$15 per bushel (sekitar 27,21 kg) setelah sempat menyentuh level tertinggi sejak Mei 2021 di kisaran US$16 per bushel. Situasi ini telah membuat industri tempe dan tahu ketar ketir. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia Aip Syarifuddin mengatakan 20% atau 30 ribu perajin tahu dan tempe telah setop produksi. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)