
Pasukan Rusia Dalam Posisi Siaga, Siap Menyerang Ukraina!

Jakarta, CNBC Indonesia - Lebih dari setengah pasukan Rusia di sekitar Ukraina dalam posisi siaga dan siap menyerang kapan saja, merujuk pada laporan terbaru intelijen Amerika Serikat (AS).
Mengutip CNN International, Sabtu (19/2/2022), pejabat AS yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan jumlah kelompok taktis batalyon di Ukraina terus membengkak hingga 120-125.
Padahal biasanya, sebuah kelompok taktis batalion hanya terdiri dari 1.000 tentara.
"Militer Rusia terus menggerakkan pasukan menuju perbatasan," kata pejabat tersebut
Laporan terbaru intelijen AS menyebutkan persentase pasukan dalam posisi serangan lebih tinggi dari yang diketahui sebelumnya, menandakan bahwa pasukan Rusia dapat menyerang kapan saja tanpa adanya peringatan..
Pada saat yang sama, kampanye destabilisasi Rusia telah dimulai, di mana Rusia telah menuding Ukraina melakukan genosida di Donbas, serta melakukan operasi bendera palsu, dan banyak lagi.
Pada Jumat, sebuah kendaraan militer meledak di kota Donetsk di Ukraina timur dekat gedung Government House, markas besar Republik Rakyat Donetsk yang dideklarasikan sendiri.
Seorang penasihat Menteri Dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko, menyebutnya sebagai "pementasan dan provokasi."
Jumat waktu setempat, Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk, dua wilayah pemerintahan sendiri di Ukraina timur yang dikendalikan oleh separatis yang didukung Rusia, mengorganisir evakuasi warga sipil ke Rusia.
Rusia berjanji setiap pengungsi akan menerima 10.000 rubel (sekitar $130) setibanya di wilayah Rostov negara itu.
Sebelumnya, Duta Besar Rusia Untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, blak-blakan soal isu negaranya hendak menyerang Ukraina. Ia mengatakan Rusia tidak pernah berniat menyerang tetangganya itu.
Ia menyebut isu ini muncul setelah dihembuskan Amerika Serikat (AS), NATO dan para aliansinya. Sebelumnya, Rusia diklaim intelijen Barat menyiagakan 100.000 lebih pasukan di perbatasan Ukraina dan disebut media AS akan menyerang bekas sesama Uni Soviet itu,
"Semua histeria yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah ditargetkan untuk mengalihkan isu dari keamanan negara kami terkait Federasi Rusia. Kami melihat ekspansi NATO yang telah berjalan selama 30 tahun lebih dan kini infrastruktur NATO makin dekat ke perbatasan kami," jelasnya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia.
"Pada situasi ini, Ukraina hanya dijadikan alat untuk mengobarkan informasi perang terhadap Rusia. Sementara negara kami tengah mengupayakan diplomasi, pihak Barat terus mengobarkan informasi perang dan menciptakan ketegangan di perbatasan Rusia-Ukraina."
Ia pun menyatakan pihaknya tidak ada niat untuk berperang melawan Ukraina. Ia mengakui ada ketegangan, tapi bukan Rusia yang menciptakannya.
"Sebenarnya tidak ada yang terjadi dan kami tidak berniat untuk menyatakan perang terhadap Ukraina. Tolong jangan salah paham kami justru menganggap Ukraina sebagai saudara kami," ujarnya.
"Memerangi Ukraina adalah gagasan yang tidak masuk akal bagi kami."
Ia mengatakan hal yang menjadi fokus Rusia sebenarnya adalah AS dan NATO. Di mana aliansi Barat dianggap tidak memenuhi janjinya tidak melakukan ekspansi, sebagaimana perjanjian yang sudah dibuat dengan Rusia sebelumnya saat Uni Soviet pecah.
Ia pun menuturkan bahwa NATO telah melakukan lima fase ekspansi. Dari tahun 1999 hingga 2020.
"Kami khawatir Ukraina akan menjadi bagian NATO. Karena jika itu terjadi infrastruktur NATO akan semakin dekat dengan perbatasan kami," katanya.
"Dari pandangan kami, jelas ini menjadi ancaman.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hubungan Rusia-Ukraina Memanas, Putin Diawasi Ketat
