PLTU Dicampur Biomassa, Bisa Kurangi Batu Bara Berapa Banyak?

Pratama Guitarra, CNBC Indonesia
18 February 2022 19:40
Foto udara gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (5/11/2021).  Lokasi ini merupakan tempat pemilahan sampah organik dan anorganik, di komplek TPA terbesar di Nusa Tenggara Barat NTB. Dari sini, proses pengolahan sampah menjadi pelet RDF (Refuse Derived Fuel) dibuat, yang merupakan pengganti bahan bakar batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang, Lombok Barat. Sampah diproses di mesin pencacah ukuran 5-8 mm untuk berikutnya dimasukkan ke mesin pengepresan menjadi pelet RDF. Pelet akan dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dikirim ke PLTU Jeranjang. Di pembangkit listrik itu pelet dibakar melalui sistem co-firing.
Setiap hari, sekitar 300 ton sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat diantar ke TPA ini. Namun, menurut jumlah yang diolah menjadi pellet baru 100 hingga 200 kilogram. 
Kementerian PUPR memfasilitasi lahan seluas 40 are (4 ribu meter persegi) di sekitar TPA. Di bangunan tersebut, semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah menjadi pellet disediakan. 
Penelitian masih dilakukan agar sampah non-organik bisa lebih banyak diolah. Saat ini, komposisi pelet terdiri 95 persen sampah organik dan 5 persen anorganik. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Energi Biomassa Indonesia (MEBI) mencatat, biomassa bisa digunakan sebagai bahan campuran untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam hal ini adalah co-firing. Melalui co-firing penggunaan batu bara dalam PLTU bisa semakin berkurang, artinya pembangkit listrik bisa menjadi lebih ramah lingkungan.

Ketua Dewan Pembinaan MEBI, Djoko Winarno menyampaikan, bahwa co-firing akan mengurangi penggunaan energi fosil, dalam hal ini batu bara. Dengan demikian, ini bisa meningkatkan porsi bauran EBT dalam total bauran energi nasional dengan cara yang relatif cepat, relatif mudah dan murah.

"Karena tidak perlu membangun pembangkit baru baik PLTU maupun membangun PLT Sampah, dan berefek sangat positif terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca," kata Djoko Winarno, Jumat (18/2/2022).

Sampai saat ini, ia mencatat cofiring sudah diterapkan pada ratusan PLTU batu bara di seluruh Indonesia, dengan kapasitas sedikitnya 18.154 MW.

Guna mendukung target bauran energi 23% pada tahun 2025, saat ini Perhutani sebagai salah satu anggota APHI,misalnya, telah melakukan uji coba program co-firing, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton, Jawa Timur, dan diujicobakan juga di PLTU Cikarang Listrindo, Jawa Barat.

Wakil Ketua Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar menambahkan, bahwa peluang co-firing biomassa di jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali) berpotensi menghasilkan sedikitnya 1.000 MW energi bersih.

"Co-firing 5% di PLTU Paiton akan bisa menghidupkan 8 industri biomassa, co-firing 5% di sistem Jamali akan menghidupkan 160 industri biomassa dan menyerap 1.600 tenaga kerja lokal," ujar Bobby.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Cangkang Kelapa Sawit Gantikan Peran Batu Bara di PLTU

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular