
Memprihatinkan! Ini Cerita di Balik RI Beli 'Siluman Udara'

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dan Prancis secara resmi menyepakati aktivasi kontrak pembelian enam dari total 42 jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation senilai US$ 8,1 miliar atau sekitar Rp116 triliun (kurs Rp14.344/US$).
Anggaran tersebut bernilai fantastis utamanya di masa pandemi Covid-19.
Namun Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Donny Ermawan Taufanto yang merupakan anak buah Menhan Prabowo Subianto memberi sinyal bahwa RI mau tidak mau untuk segera melengkapi sistem pertahanannya saat ini.
"Kondisi kesiapan pesawat tempur dalam beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran. Pesawat tempur F-5 sudah tidak dioperasionalkan dalam beberapa tahun terakhir dan belum ada penggantinya hingga saat ini," kata Donny dalam Diskusi Menyongsong Pesawat Rafale yang diadakan Pusat Studi Air Power Indonesia, dikutip Jumat (18/2/22).
Selain itu, kondisi alutsista udara lainnya tidak kalah memprihatinkan. Pesawat Hawks 100-200 juga sudah cukup berumur, yakni sudah berusia lebih dari 25 tahun dan dalam kondisi tingkat kesiapan rendah tentu akan masuk masa purna tugas beberapa tahun mendatang.
"Indonesia saat ini hanya mengandalkan 33 pesawat F-16 AM BM C/D yang sudah berusia lebih dari 30 tahun. Kemudian 16 pesawat Sukhoi 27 dan 30 yang sudah hampir 20 tahun sebagai pesawat tempur utama," jelas Donny.
![]() Helikopter Bell Selesai Overhaul, Menhan Prabowo: Alutsista Harus Dirawat Sebaik-baiknya. (Dok.Kemenhan) |
Keterbatasan beberapa suku cadang pesawat dan keterbatasan jenis dan jumlah peluru kendali juga menyebabkan kesiapan tempur pesawat F-16 dan pesawat Sukhoi su-27 dan Sukhoi su-30 tidak maksimal.
"Dengan kondisi yang demikian menjadi kewajiban Kementerian Pertahanan untuk merencanakan pesawat tempur yang akan bertugas di tahun 2030 dan 2040-an," ujar Donny.
Proses pengadaan pesawat tempur beserta persenjataannya yang cukup panjang waktunya paling cepat lima tahun mengharuskan pemerintah untuk mengadakannya pada Renstra 2020-2024, jika pesawat tempur tersebut akan dioperasionalkan pada tahun 2030-an.
"Kegagalan untuk mengadakan pesawat tempur beserta persenjataannya pada renstra ini akan menyebabkan semakin berkurangnya jumlah skadron udara yang siap tempur. Dengan demikian Renstra 2020-2024 merupakan periode yang kritis dalam upaya mempertahankan kesinambungan kemampuan skadron tempur," sebut Donny.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Xi Jinping: Siap-siap Hadapi Badai, Siapkan Skenario Terburuk
