
Wamenkeu Beberkan Dampak Pandemi Pada Sektor Properti

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan sektor properti menjadi salah satu terdampak cukup berat saat awal pandemi terjadi 2020. Dampak besar dirasakan, salah satunya, karena masyarakat menahan konsumsi kebutuhan atau aset-aset yang sifatnya jangka panjang seperti properti.
Perubahan sikap masyarakat terjadi karena pandemi mengakibatkan munculnya pembatasan kegiatan ekonomi, sosial, dan mobilitas. Hal ini berdampak pada terganggunya stabilitas perekonomian nasional dan rumah tangga masyarakat.
"Kemudian orang berpikir kalau begitu maka kegiatan ekonomi turun dan orang mulai kurangi pembelian aset-aset yang sifatnya jangka panjang termasuk properti. Ketidakpastian jangka pendek menyebabkan itu. Karenanya, kalau dilihat indeks demand properti komersial turun langsung dia," kata Suahasil dalam Property Outlook 2022 yang diadakan CNBC Indonesia, Kamis (17/2/2022).
Untuk memulihkan kondisi perekonomian nasional, pemerintah menilai sektor properti dan konstruksi menjadi dua bagian utama yang harus segera diselamatkan. Alasannya, sektor ini memiliki dampak pengganda (multiplier effect) yang besar.
Sebagai contoh, pembangunan satu unit rumah atau kawasan perumahan pasti membutuhkan banyak bahan baku seperti pasir, batu bata, dan perlengkapan lain. Barang-barang tersebut selama ini mampu diproduksi pelaku industri dalam negeri, sehingga permintaan yang tinggi akan berdampak pada meningkatnya kinerja perusahaan pembuat batu bata, pasir, keramik, dan lain-lain.
"Kalau masuk ke konteks pemulihan ekonomi, kami anggap sektor properti dan konstruksi adalah sektor yang penting untuk kita dorong agar bisa mendorong pemulihan lebih cepat, meminta input industri dalam negeri lebih banyak, dan mampu menyerap tenaga kerja banyak," katanya.
Untuk itu, sejak 2021 lalu pemerintah mulai mengucurkan stimulus untuk sektor properti demi menggairahkan kembali minat masyarakat membeli rumah atau menyewa perkantoran. Suahasil berkata, insentif untuk sektor properti sebenarnya rutin diberikan pemerintah bahkan sebelum pandemi terjadi.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, sejak 2016 insentif untuk sektor properti, khususnya konstruksi dan real estate terus meningkat jumlahnya. Insentif ini berupa pengurangan PPh khususnya bagi konstruksi rumah sederhana, sangat sederhana, dan rumah susun sederhana, serta pembebasan PPn.
"Pada 2016 itu saya catat nilainya Rp 3,5 triliun dan naik terus sampai 2019 menjadi setidaknya Rp 10 triliun. Namun pada 2020 karena memasuki pandemi maka angkanya memang turun menjadi Rp 3,5 triliun karena pembangunan dan pembelian berkurang. Karena itu, sejak 2020 kami berikan insentif tambahan di luar yang sudah ada," ujarnya.
Saat ini, insentif properti pemerintah untuk sektor properti akan dipertahankan hingga Juni 2022. Suahasil berkata, kebijakan pemberian diskon 50% PPn DTP masih akan dilakukan untuk setiap penjualan rumah dengan harga maksimal Rp 2 miliar. Kemudian, diskon sebesar 25% diberikan untuk penjualan rumah di harga Rp 2 miliar - Rp 5 miliar.
"Ini artinya tambahan dari apa yang sudah ada dan kami harap penjualan rumah, pembangunan rumah, meningkat di 2022. Kalau meningkat maka multiplier effect tercipta di perekonomian nasional. Ini merupakan cara kita dan kami harap bukan saja pembangunan rumah meningkat tapi berimbas pada pembiayaan perbankan yang meningkat," tuturnya.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wamenkeu Ungkap Alasan Perpanjang Diskon Pajak Mobil & Rumah
