Pantas Jokowi Was-was, Segini Parahnya Efek Inflasi Melonjak!

MAIKEL JEFRIANDO, CNBC Indonesia
17 February 2022 11:45
Infografis: Indonesia Masuk Jurang Resesi, Terus Aku Kudu Piye?
Foto: Infografis/Indonesia Masuk Jurang Resesi, Terus Aku Kudu Piye?/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi menjadi kekhawatiran berat Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Berulang-ulang masalah lonjakan inflasi di berbagai negara disampaikan baik di depan jajaran kabinet, investor hingga pimpinan negara di dunia.

"Ketidakpastian global harus kita hadapi dengan sinergi dan harus bekerjasama mengendalikan inflasi yang meningkat," kata Jokowi dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20, Kamis (17/2/2022)

AS misalnya, dalam pengumuman indeks harga konsumen (IHK) terbaru 10 Februari lalu, mencatat semua item naik 0,6% pada Januari, dan mendorong inflasi tahunan sebesar 7,5%. Ini merupakan kenaikan terbesar sejak Februari 1982 alias 40 tahun.

Secara persentase, bahan bakar minyak naik paling tinggi di Januari. Melonjak 9,5% dari 46,5% (yoy).

Kenaikan juga didorong biaya kendaraan, tempat tinggal. Biaya makanan sendiri melonjak 0,9% untuk bulan Januari dan naik 7% selama setahun terakhir.

Hal senada juga terjadi pada Inggris. Pada Januari 2022, laju inflasi di Inggris mencapai 5,5%, atau yang tertinggi sejak Maret 1992.

Tingginya harga energi menjadi faktor terbesar kenaikan inflasi di Inggris. Pakaian dan alas kaki juga mendorong laju inflasi naik, meskipun ada penurunan harga-harga barang tradisional.

Kenaikan inflasi di Inggris juga diyakini akan terus terjadi, bahkan mencapai puncak 7,25% di April 2022. Ini terjadi karena adanya kenaikan tarif energi untuk rumah tangga sebesar 54%.

Terbaru Uni Eropa (UE). Inflasi juga mencapai rekor tertinggi sejak pembentukan zona Uni Eropa

Pertumbuhan harga konsumen telah meningkat menjadi lebih dari 5% untuk kawasan secara keseluruhan. Lituania misalnya mencatat inflasi dua digit 12,2% sementara Italia mencatat inflasi 5,3%.

Jerman mencatat inflasi 5,1% tertinggi dalam 30 tahun sedangkan Prancis 3,3%. Kenaikan harga energi juga menjadi salah satu faktor.

Tidak hanya itu, ada beberapa negara berkembang juga dalam kondisi inflasi yang mengkhawatirkan. Sebut saja Argentina sudah mencapai 50%, Turki 48%, Brasil 10,4%, Rusia 8,7% dan Meksiko 7,1%.

"Inflasi itu adalah sumber semua masalah," ungkap Economist & Fixed-income Research Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro kepada CNBC Indonesia.

dalam teorinya, inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Sisi supply dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Sementara demand, tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward looking.

Putera menjelaskan, inflasi menjadi alasan utama bank sentral untuk mengubah kebijakan moneter suku bunga acuan. Ketika inflasi melonjak, maka bank sentral tidak punya pilihan selain menaikan suku bunga acuan.

"Paling bahaya itu kalau inflasi tinggi pertumbuhan ekonomi gak tinggi," jelasnya. Hal ini akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat, karena ekonominya yang tumbuh tidak sebanding dengan kenaikan harga barang dan jasa yang harus dibayar.

Situasi akan semakin memburuk apabila negara tersebut memiliki utang selangit. Kekhawatiran akan utang diukur melalui rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data trading economics, ada beberapa negara berkembang dengan rasio utang terhadap PDB yang sangat tinggi.

Antara lain Venezuela dengan 350% terhadap PDB, Sudan 259% terhadap PDB, dan Yunani 206% terhadap PDB serta Lebanon dengan 172% terhadap PDB.

Selanjutnya adalah Cape Verde, Italia, Libia, Portugal dengan rasio utang sekitar 130-150% terhadap PDB. Braheain dan Mozambik juga termasuk negara dengan rasio di atas 100%

Apabila bank sentral di masing-masing negara mengambil langkah kenaikan suku bunga acuan pada saat yang sama, maka dampak yang ditimbulkan adalah krisis.

"Jika suku bunga naik, situasi akan memburuk, dan kita akan menghadapi krisis," ungkap Joseph Eugene Stiglitz, Peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi tahun 2001 beberapa waktu lalu.

Ini akan diderita oleh negara maju, melainkan juga negara berkembang. Pulihnya pun akan lebih sulit, sebab negara akan lebih banyak menghabiskan dana untuk melunasi utang jatuh tempo, ketimbang membiayai kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan hal-hal lain yang mampu mendorong perekonomian.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular