Waduh! Kemenperin Sebut Industri Baja Terancam Mati jika...

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
15 February 2022 12:05
Konsumsi Baja
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier mengatakan, industri baja di dalam negeri bisa mati jika tidak didukung pasokan impor. Industri baja dimaksud adalah pabrik yang memproduksi atau mengolah baja dan pengguna barang dari baja.

"Buat kami dukungan untuk memperkuat industri baja nasional dari hulu ke hilir itu, kita sepakat, harus menghitung supply dan demand. Dari kita, secara teknokratik, kita sudah ukur sebenarnya supply demand. Jadi, kalau industri baja ini nggak dikasih impor, dia akan mati," kata Taufiek saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT Krakatau Steel dengan Komisi VII DPR RI, Senin (14/2/2022).

Untuk itu, kata dia, Kemenperin melakukan perhitungan secara hati-hati. Menurut Taufiek, utilisasi industri besi baja nasional tahun 2020 adalah 30%, dan melonjak jadi 67,69% di tahun 2021.

"Berarti seharusnya ada tambahan impor sampai 50%. Tapi, kami bisa kendalikan sampai 27%. Logika industri sederhana, kalau produksi sarung nggak boleh impor sarung tapi benang, kalau produksi benang impor kapas. Ini kami terapkan di industri baja nasional secara sektoral, sehingga kami bisa menempuh pertumbuhan industrinya," kata Taufiek.

FILE PHOTO: Rolled steel are seen at a Hyundai Steel plant in Dangjin, about 130 km (81 miles) southwest of Seoul June 15, 2011.   REUTERS/Lee Jae-Won/File PhotoFoto: REUTERS/Lee Jae-Won
FILE PHOTO: Rolled steel are seen at a Hyundai Steel plant in Dangjin, about 130 km (81 miles) southwest of Seoul June 15, 2011. REUTERS/Lee Jae-Won/File Photo

Pada saat bersamaan, lanjut dia, pihaknya menjalankan program subtitusi impor.

"Baselinenya harus tahun 2019, karena sebelum itu tinggi sekali. Kami bedah, sensus. Engineering steel itu kita hampir kita nggak bisa buat. Dan itu kita impor, dan sebetulnya terukur. Untuk HRC dan lainnya, kita gunakan logika sarung kapas tadi. Berapa kapasitasnya," katanya.

Dia menambahkan, untuk menutup impor bisa saja dengan prinsip nasionalisme. Hanya saja harus didukung hulu. Karena itu, Taufiek mengatakan, penguatan 'hulunisasi' diperlukan dengan konsep nilai tambah.

"Kalau kita nggak berikan bahan baku, pabrik itu akan tutup, pengangguran, social problem, pemerintah salah. Kita ukur kebutuhannya, produksi kurangi ekspor, ditambah impor. Kalau industri nasional butuh 10, produksi 5, saya kasih impor 3 supaya utilisasi di dalam negeri naik," ujarnya.

Data BPS menunjukkan, nilai impor besi - baja (HS-72) tahun 2020 mencapai US$6,855 miliar dan melonjak jadi US$18,81 miliar pada tahun 2021. Sedangkan impor barang dari besi atau baja (HS-73) tahun 2020 tercatat sebanyak US$2,78 miliar dan naik jadi US$3,13 miliar tahun 2021.

Secara volume, impor barang dari besi dan baja tahun 2020 tercatat sebanyak 1,384 juta ton dan turun jadi 1,262 juta ton di tahun 2021. Sedangkan, impor besi baja tahun 2020 tercatat sebanyak 11,35 juta ton dan naik jadi 13,03 juta ton di tahun 2021.

Untuk ekspor besi baja, BPS mencatat, tahun 2020 sebanyak 8,702 juta ton dan melonjak jadi 13,379 juta ton di 2021. Dengan nilai sebesar US$10,861 miliar tahun 2020 dan melonjak dua kali lipat menjadi US$20.949 miliar di tahun 2021.

Sedangkan, nilai eskpor barang dari besi atau baja tahun 2020 adalah US$1,191 miliar dan naik jadi US$1,602 miliar di tahun 2021. Dan, secara volume dari 506,572 ribu ton di 2020 dan naik jadi 602,976 ribu ton di 2021.

Taufiek menambahkan, kebijakan Kemenperin fokus menjaga keseimbangan antara industri baja dan industri baja karbon. Meski impor, ujarnya, ekspor besi baja dan produk besi baja juga tinggi, sehingga masih menghasilkan surplus bagi pemerintah. Tahun 2020 saat pandemi masuk Indonesia, katanya, utilisasi industri turun, lalu bergeliat lagi di tahun 2021.

"Terkait impor, kami selalu berdasarkan pada utilisasi, bukan kapasitas. Kami memberikan rekomendasi kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag), dengan pertimbangan teknis dan menugaskan Sucofindo untuk sensus seluruh industri baja nasional, termasuk memverifikasi kemampuannya. Jadi, kami gunakan berdasarkan produksi tahun sebelumnya," kata Taufiek.

Hanya saja, katanya, keputusan soal rekomendasi ada di Kemendag.

"Persoalan rekomendasi kami digunakan Kemendag, terserah Kemendag. Kalau ikut rekomendasi kami, Insyaallah semua terukur. Karena kami tidak punya akses berapa persetujuan impor dikeluarkan Kemendag, baja apa saja di pelabuhan, itu di luar otoritas kami," kata Taufiek.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Krakatau Steel Sebut Proyek Pemerintah Pakai Baja Impor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular