Internasional

Edan! Senjata Rahasia Rusia Ini Bisa 'Belah' Eropa Jadi 2

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Selasa, 15/02/2022 12:55 WIB
Foto: AP/Dmitry Lovetsky

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis antara Rusia dan Ukraina yang melibatkan Amerika Serikat (AS) dan NATO diyakini bisa memicu Perang Dunia 3 (World War III). Situasi ini membuat geopolitik dunia memanas.

Rusia dikatakan intelijen AS, telah mengerahkan lebih dari 100.000 pasukan ke perbatasan Ukraina untuk menyerang negara itu dalam waktu dekat. Bahkan disebut sumber dalam beberapa media Barat, seperti Reuters dan Politico, bisa menyerang Ukraina 16 Februari besok.


Kedekatan dengan Ukraina dengan NATO menjadi penyebab. Rusia ingin ada jaminan bekas Uni Soviet itu tak diterima pakta pertahanan AS tersebut dan Barat meninggalkan Eropa Timur.

Sebenarnya, sejumlah analis menilai, Rusia sesungguhnya memiliki 'senjata rahasia' untuk melumpuhkan Barat terutama Eropa dan memecahbelah kesatuan di antaranya.  Senjata bukanlah bomber atau kapal perang nuklir, melainkan gas alam.

Rusia merupakan salah satu eksportir besar sumber energi itu. Menurut data badan data Eurostat di tahun 2020, Rusia menyumbang sekitar 38% dari impor gas alam Uni Eropa yang mengirimkan hampir 153 miliar meter kubik.

Kontribusi Negeri Beruang Putih semakin besar di Eropa sejak produksi gas Belanda menurun akibat penutupan ladang gas. Belum lagi penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Prancis dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Jerman.

Saat ini Eropa pun masih menghadapi tekanan dari krisis energi akibat pasokan yang langka sehingga menyebabkan harga gas masih tinggi. Dampaknya adalah biaya jadi mahal baik untuk rumah tangga maupun industri.

Satu dekade lalu, tepatnya pada musim dingin 2008-2009, pertengkaran kecil antara Rusia-Ukraina telah menghentikan aliran gas dan membuat sebagian Eropa kedinginan. Ini juga dikhawatirkan kembali terjadi di Eropa jika Rusia kembali "ngambek" dan tak ada jalan damai.

Meskipun Eropa telah melakukan investasi besar dalam energi terbarukan seperti angin dan tenaga surya, ternyata sumber pasokan konvensional masih dibutuhkan, menurut laporan The New York Times. Pembangkit listrik berbahan bakar gas adalah salah satu dari sedikit pilihan yang tersisa.

"Ini adalah semacam momen 'oh my God' di mana kawasan itu menyadari bahwa itu sangat bergantung pada gas Rusia," kata kepala penelitian makro global di bank Belanda ING Carsten Brzesk.

Persoalan gas ini juga sepertinya membuat sejumlah pemimpin Eropa tak serta merta sejalan dengan kemungkinan perang. Prancis misalnya mendorong diplomasi untuk mencegah konflik.

Sementara itu, anggota NATO lain, Hungaria juga turun tangan. PM Viktor Orban melakukan pembicaraan dengan Putin. Ia menegaskan perbedaan Rusia dan Barat masíh bisa dijembatani. Kesepakatan damai bisa dimunculkan.


(tfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 80% LPG RI Berasal Dari Impor!