Peraih Nobel Ekonomi Bicara Nasib Dunia Saat Fed Rate Naik

Eqqi Syahputra, CNBC Indonesia
Rabu, 09/02/2022 15:30 WIB
Foto: CNBC/Cameron Costa

Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan arah kebijakan negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) yang mulai menaikkan suku bunga acuan akan berdampak negatif ke banyak negara di dunia. Khususnya negara berpendapatan rendah dengan utang besar.

"Jika suku bunga naik, situasi akan memburuk, dan kita akan menghadapi krisis utang," ungkap Joseph Eugene Stiglitz, Peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi tahun 2001 dalam acara Mandiri Investment Forum, Rabu (9/2/2022)


Pada 2020, Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat utang seluruh dunia mencapai US$ 226 triliun. Dengan asumsi US$ 1 sama dengan Rp 14.343 seperti kurs tengah Bank Indonesia (BI) 17 Desember 2021, maka utang pemerintah itu mencapai Rp 3.241.518.000.000.000.000. Tiga juta triliun rupiah.

Pemulihan ekonomi baru terjadi di negara maju. Sementara negara berkembang dan yang berpendapatan rendah masih berkutat dengan masalah vaksinasi sebagai antisipasi covid-19, lonjakan inflasi akibat kenaikan harga komoditas hingga terganggunya rantai pasok.

Sehingga ketika suku bunga acuan AS naik, pasar keuangan dunia akan bergejolak. Banyak negara yang butuh dana, akhirnya harus membayar lebih mahal demi menahan aliran modal tidak kabur ke AS.

"Jadi ini akan menciptakan masalah di negara berkembang," ujarnya.

Sederet negara tersebut juga akan mengalokasikan dana lebih besar setiap tahunnya untuk membayar cicilan utang, ketimbang pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan mendorong perekonomian yang inklusif dan hijau.

Stiglitz menginginkan ada kerangka global untuk mendorong keringanan utang bagi negara yang membutuhkan. Isu ini bisa diangkat dalam pertemuan negara G20 tahun 2022 di mana Indonesia akan bertindak sebagai presidensi.

Hal lain adalah dengan mengoptimalkan sumber daya alam (SDA) di negara berkembang yang bisa mendukung penurunan pemanasan global. Misalnya dengan menjaga kelestarian hutan atau pemanfaatan sumber energi hijau.

"Karena banyak negara emerging seperti Indonesia yang telah sediakan banyak layanan ekosistem tanpa adanya kompensasi, dan ini cara meminta mereka menjaga hutan dan kelestarian hayati untuk bayar utang," pungkasnya.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Iran Bantah Klaim AS Soal Berhasil Hancurkan Pusat Nuklir