
Anak Gunung Krakatau Erupsi, Adakah Potensi Tsunami Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi (BG), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa sampai Minggu (6/2/2022) aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini masih dalam fase erupsi dan ketinggian asap dari letusan mencapai 600 - 1.500 meter.
Apakah aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau bisa menimbulkan tsunami seperti halnya pada tahun-tahun sebelumnya?
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono menyampaikan, Berdasarkan history, tahun 2018 aktivitas atau erupsi Gunung Anak Krakatau menyebabkan collapse sebagian besar tubuh gunung tersebut, sehingga menimbulkan tsunami.
Adapun tsunami diakibatkan oleh gunung api laut atau bawah laut, disebabkan oleh ledakannya, disebabkan oleh longsoran (collapse) tubung gunung api tersebut.
"Sementara Gunung Anak Krakatau saat ini tubuhnya masih kecil, maka jika longsor, kecil kemungkinan menimbulkan tsunami. Maka perlu monitoring ketat apakah mungkin terjadi erupsi besar yang dapat menimbulkan gelombang tsunami," ungkap dia kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022).
Sebelumnya, pada Sabtu, dalam fase erupsi ini teramati transisi dari hembusan asap berwarna putih menjadi hembusan dan letusan abu berwarna kelabu hingga hitam pekat. Pemantauan visual mengindikasikan bahwa erupsi yang terjadi merupakan tipe magmatik, sejalan dengan kegempaan vulkanik yang terekam.
Secara visual, tinggi hembusan asap selama periode 16 Januari - 4 Februari 2022 dari arah Pos PGA Pasauran dan Kalianda serta dari CCTV umumnya tidak dapat teramati karena gunung umumnya tertutup kabut.
Saat cuaca cerah hembusan asap kawah selama periode evaluasi teramati berwarna putih tipis hingga tebal secara menerus dengan ketinggian 25 - 1000 meter dari atas puncak Gunung Anak Krakatau, dominan condong tertiup angin ke arah utara, timurlaut, timur, dan selatan. Pada 3 Februari 2022, teramati peningkatan intensitas hembusan asap hingga abu dan pada malam hari teramati sinar api di atas kawah," ujar Eko.
Sementara itu, kegempaan Gunung Anak Krakatau selama 16 Januari - 4 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya 9 kali gempa Letusan, 135 kali gempa Hembusan, 4 kali Tremor Harmonik, 499 kali gempa Low Frequency, 2 kali gempa Hybrid/Fase Banyak, 32 kali gempa Vulkanik dangkal, 4 kali gempa Vulkanik Dalam, 2 kali gempa Tektonik Lokal, 8 kali gempa Tektonik Jauh dan 19 kali gempa Tremor Menerus dengan amplitudo 0.5-26 mm (dominan 5 mm).
Pada periode erupsi Februari 2022, peningkatan intrusi magmatik kemungkinan mulai terjadi sejak 20 Desember 2021 yang diindikasikan dengan terekamnya gempa Vulkanik Dalam dan Vulkanik Dangkal dalam jumlah yang cukup signifikan. Pada bulan Januari 2022 kegempaan vulkanik masih teramati cukup tinggi dan gempa-gempa dangkal semakin banyak terekam. Pada akhir Januari 2021, terindikasi magma sudah berada pada kedalaman sangat dangkal dan emisi abu mulai teramati sejak 3 Februari 2022 sekitar pukul 10.00 WIB. Pada 4 Februari 2022 terekam 9 kali gempa Letusan yaitu pada pukul 09:43, 10:25, 10:28, 12:46, 13:00, 13:31, 13:41, 14:46 dan 17:07 WIB.
Eko Budi Lelono bilang, energi aktivitas vulkanik yang dicerminkan dari nilai RSAM (real-time seismic amplitude measurement) menunjukkan pola fluktuasi dengan kecenderungan relatif meningkat pada periode Januari - Februari 2022. Peningkatan ini berasosiasi dengan peningkatan gempa-gempa Hembusan, Low Frekuensi, dan Tremor menerus yang relatif meningkat energinya baik dalam jumlah maupun besaran amplitudo gempanya yang disebabkan oleh pelepasan energi yang terjadi keluarnya fluida ke permukaan.
"Pemantauan deformasi tiltmeter mengindikasikan adanya pola ungkitan selama periode ini yang disebabkan perubahan tekanan di permukaan yang berasosiasi dengan pergerakan fluida magma ke permukaan. Data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa Gunung Anak Krakatau masih berpotensi erupsi," tambah Eko.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asap Letusan 1.500 M, Harap Jauhi Gunung Anak Krakatau 2 Km
